Laporan Observasi Bimbingan dan Konseling di MAN 1 Garut


PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 1 GARUT
Siti Nafisah (17210030)
Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Kelas: PAI A-5
Abstrak


Bimbingan dan konseling merupakan layanan dalam sekolah yang bertujuan untuk membentuk dan memantapkan pribadi-pribadi yang baik pada siswa, juga membantu proses perkembangan siswa dengan segala macam hambatannya. BK (Bimbingan dan Konseling) merupakan salah satu unit yang harus ada di setiap lembaga Pendidikan mulai dari tingkatan dasar sampai perguruan tinggi, karena BK mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang tidak cukup hanya ditangani oleh guru atau orang tua saja melainkan membutuhkan peran khusus dari berbagai pihak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kinerja guru BK dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Penelitian dilaksanakan di MAN 1 Garut, dengan menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru BK.
Data dikumpulkan melalui teknik observasi, yakni dengan memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang selanjutnya dikaji dan dianalisis secara mendalam.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis mulai dari pengumpulan data diperoleh kesimpulan bahwa kinerja guru BK terkait dengan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling sudah sesuai dengan yang diharapkan, meskipun masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat proses terlaksananya kinerja bimbingan dan konseling di sekolah. Upaya yang dilakukan sekolah yaitu dengan meningkatkan kompetensi, profesionalitas konselor, pelaksanaan inovasi pelayanan serta menggunakan media sebagai alat pendukung layanan bimbingan dan konseling dengan menjalankan fungsi koordinasi dan kepengawasan untuk mencapai kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih efektif dan efisien.
Abstract
Guidance and counseling is a service at school which aims to establish a good students, and to help the process of student development with all kind of obstacles. Guidance and counseling is one unit that must be present in every educational institution starting from the basic level to university level, because the guidance and counselling able to deliver students being a whole human. Wich is not enough to only be handled by teachers or parents but need a special role from the various parties.
The purpose this research is to describe from the performance of guidance and counselling teacher in the implementation of guidance and counselling activities. The research was conducted in Islamic high school 1 Garut (MAN 1 Garut) by using a qualitative descriptive design. The subject of research is the guidance and counselling teacher.
Data was collected by observation technique
LATAR BELAKANG
Bimbingan dan konseling diselenggarakan di sekolah sebagai bagian dari keseluruhan usaha sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Sebagai bagian/subsistem dari pendidikan. Dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah, seorang siswa merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh guru atas tingkah laku yang diperbuatnya. Selain itu juga, menurut Prayitno (2004: 96) bimbingan dan konseling memberikan suatu motivasi kepada siswa, sehingga siswa yang mempunyai problem atau masalah dapat langsung berkonsultasi kepada guru pembimbing. Dengan demikian, siswa tersebut tidak berlarut-larut dalam masalah karena hal tersebut dapat menyebabkan siswa stress (terganggu dalam belajar) yang diakibatkan karena memendam masalah. Hal tersebut akan membuat siswa lebih memahami apa yang disampaikannya sehingga dia akan menemukan solusi dari suatu permasalahan yang dihadapinya. (Prayitno: 2004).
Demikian halnya proses pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut tidak lepas dari peran guru pembimbing/BK sebagai penyelenggara layanan BK tersebut. Kinerja yang dilakukan oleh guru pembimbing/BK dalam mengelola layanan BK di sekolah ini terbukti memberikan kontribusi atau sumbangan yang positif bagi perkembangan dan kemajuan Pendidikan di kemudian hari.
Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik berkenaan dengan masalah pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pembentukan karir. Materi yang diberikan juga berkenaan dengan kehidupan pribadi, sosial, belajar, dan karir peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya di semua bidang.
MAN 1 Garut merupakan salah satu sekolah yang keberadaannya mendapatkan tanggapan yang positif dari masyarakat setempat, hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah siswa yang terdapat di sekolah ini. Demikian halnya dengan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang setiap tahunnya mengalami perubahan ke arah yang lebih baik sehingga banyak siswa yang membutuhkan layanan bimbingan dan konseling.
Kinerja guru BK dalam proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut dapat dirumuskan secara lebih jelas setelah dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap aktivitas guru BK sebagai pelaksana layanan bimbingan dan konseling yang bertanggung jawab atas pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling sekolah khususnya yang berkaitan dengan struktur organisasi BK dan program layanan BK di MAN 1 Garut.
Terdorong keinginan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan guru pembimbing/bk dalam penyelenggaraan bimbingan konseling, maka penulis tertarik untuk mengkaji proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan dengan guru pembimbing/guru BK di MAN 1 Garut, diperoleh hasil bahwa proses pelaksanaan bimbingan dan konseling sudah sesuai dengan yang diharapkan. Namun masih memerlukan beberapa tahap evaluasi dalam upaya peningkatan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah ini. Artikel hasil penelitian ini memaparkan mengenai proses pelaksanaan imbingan dan konseling terkait dengan struktur organisasi BK, program layanan BK, kendala pelayanan BK, permasalahan yang pernah dilayani BK serta sarana dan prasarana BK di MAN 1 Garut.
TINJAUAN TEORI
1.      Definisi Bimbingan dan Konseling
Istilah “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata “guidance”. Kata “guidance” yang kata dasarnya”guide” mempunyai beberapa arti: a) menunjukkan jalan (showing the way), b) memimpin (leading), c) memberikan petunjuk (giving instruction), d) mengatur (regulating), e) mengarahkan (governing), dan e) memberi nasihat (giving advice).
Istilah “guidance”, juga diterjemahkan dengan arti bantuan atau tuntunan. Ada juga yang menerjemahkan kata “guidance” dengan arti pertolongan. Berdasarkan arti ini, secara etimologis, bimbingan berarti bantuan atau tuntunan, tetapi tidak semua bantuan atau tuntunan yang diberikan seseorang kepada orang lain berarti bimbingan dalam arti bimbingan dan konseling. Seorang guru yang membantu siswanya menjawab soal-soal ujian bukan merupakan suatu bentuk “bimbingan”. Seorang guru yang memberikan uang untuk membayar uang sekolah siswanya (membantu membayar iuran sekolah) juga bukan merupakan bimbingan. Bantuan yang berarti bimbingan konteksnya sangat psikologis. (Tohirin, 2013).
Prayitno (2015: 95) mendefinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan tetapi harus dikembangkan.
Bimbingan sebagai “proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal”. (Syamsu yusuf, 2011:5). Sedangkan Abdul Hanan (2017) mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Setelah diuraikan mengenai definisi bimbingan pada uraian sebelumnya, maka dapat dijelaskan bahwa istilah konseling berasal dari bahasa Inggris “counseling”, yang di dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “cousel” yang mempunyai beberapa arti, yaitu: nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give cousel), dan pembicaraan (to take counsel).
Sedangkan secara terminologis, konseling di definisikan sangat beragam oleh para pakar bimbingan dan konseling. Rumusan tentang konseling yang di definisikan secara beragam dalam berbagai literatur bimbingan konseling, mempunyai makna yang satu sama lain ada kesamaannya.
Tohirin (2015:21) menyatakan bahwa konseling merupakan hubungan yang professional antara konselor terlatih dengan klien yang bertujuan untuk membantu klien memahami dan belajar mencapai tujuan yang mereka tentukan sendiri. Adapaun pengertian konseling menurut British Association of Counselling (1984) yang dikutip oleh Abdul Hanan (2017:63), konseling merupakan suatu proses bekerja dengan orang banyak, dalam suatu hubungan yang bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dapat ditarik suatu garis kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling sebagaimana yang dikemukakan oleh Anas Salahudin (2012: 16) adalah proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dengan tujuan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
Bimbingan dan konseling menurut Prayitno (2004), adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2.      Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
a.       Tujuan Bimbingan dan Konseling
Menurut Rochman Natawidjaja (2007: 464) bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi dirinya, atau menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya. Kemampuan meniternalisasi itu meliputi kepada tiga tahapan, diantaranya yaitu: (1) pemahaman (awareness), (2) sikap (accommodation), dan keterampilan atau tindakan (action).
Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling disekolah ialah agar peserta didik, dapat:
1)      Mengembangkan seluruh potensinya seoptimal mungkin.
2)      Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri.
3)      Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya, yang meliputi lingkungannya, yang meliputu lingkungan sekolah, keluarga, pekerjaan, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
4)      Mengatasi kesulitan dan mengidentifikasi dan memecahkan masalahanya.
5)      Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat, dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.
6)      Memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar sekolah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan disekolah tersebut. (Syafaruddin, 2019:18).
b.      Fungsi Bimbingan dan Konseling
1)      Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
2)      Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan koseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3)      Fungsi pengetasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
4)      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan,yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
Menurut Tohirin (2013: 260), sekolah dan madrasah merupakan suatu Lembaga sosial. Selain itu, sekolah dan madrasah juga merupakan suatu unit kerja. Sebagai suatu unit kerja, sekolah dan madrasah dikelola atau diorganisai menurut pola-pola atau kerangka hubungan structural tertentu. Yang disebut pola manajemen pelayanan bimbingan dan konseling adalah kerangka hubungan struktural antara berbagai bidang atau berbagai kedudukan dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Kerangka hubungan tersebut digambarkan dalam suatu struktur organisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Seperti yang telah disebut di awal, sekolah dan madrasah yang menganut pola professional akan berbeda struktur organisasinya daripada sekolah dan madrasah yang menganut pola nonprofessional. Yang dimaksud pola professional disini adalah guru pembimbing di sekolah dan madrasah yang bersangkutan direkrut dari alumni BK baik Strata Satu (S1), Strata Dua (S2) dan Strata Tiga (S3). Sedangkan pola nonprofesional adalah guru pembimbing direkrut bukan dari alumni BK. Pola nonprofesional biasanya menempatkan kepala sekolah atau madrasah, guru mata pelajaran tertentu atau wali kelas sebagai petugas bimbingan.
Apabila sekolah dan madrasah menempatkan kepala sekolah sebagai guru pembimbing, maka pola manajemen atau struktur organisasi layanan BK di sekolah dan madrasah yang bersangkutan akan berbeda dengan sekolah dan madrasah yang memiliki guru pembimbing sendiri. Akan berbeda lagi apabila di sekolah dan madrasah yang bersangkutan memiliki beberapa orang guru BK. (Tohirin, 2013: 262).
Sesuai dengan struktur organisasi di tiap sekolah, personil BK adalah segenap unsur yang terkait di dalam organisasi layanan bimbingan konseling dengan koordinator dan guru BK/konselor sebagai pelaksana utama. Koordinator BK dipilih dan diberi SK sama dengan Wakasek selain sebagai guru BK dengan minimal kewajiban mengajar atau membimbing per minggu 24 jam. Ada karakteristik yang sama diantara sekolah mengenai jumlah guru pembimbing, bahwa sekolah mempunyai guru pembimbing 4 orang dengan sebaran siswa asuh 1: 150 atau 1 guru BK berbanding 150 orang siswa dan dianggap 24 jam, kelebihan siswa yang diasuh dihitung sebagai kelebihan jam pelajaran atau tambahan kesejahteraan.
4.      Program Layanan Bimbingan an Konseling di Sekolah
Prayitno (2015:272) memaparkan berbagai program layanan dan kegiatan perlu dilakukan sebagai wujud penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan, yaitu peserta didik. Jenis layanan dan kegiatan tersebut perlu terselenggara sesuai dengan bidang bimbingan. Ada sejumlah layanan dalam bimbingan dan konseling diantaranya sebagai berikut:
a.       Layanan Pengumpulan Data
Layanan pengumpulan data mecakup semua usaha untuk memperoleh data tentang peserta didik, menganalisis dan menafsirkan data, serta menyimpan data. Pada dasarnya ada dua jenis data yang perlu dikumpulkan dalam rangka pemberian pelayanan bimbingan dan koseling yang efektif dan efisien, yaitu data tentang pribadi peserta dan data tentang lingkungan.
b.      Layanan Orientasi
Tohirin (2013:37) mendefinisikan layanan orientasi sebagai layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang.
c.       Layanan Informasi
Layanan informasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar kepada peserta didik (terutama orang tua) dalam menerima dan memahami informasi (seperti informasi pendidikan dan informasi jabatan) yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan sehari-hari sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.
d.      Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran adalah layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat, dapat berupa: (a) penempatan siswa di dalam kelas, (b) penempatan dan penyaluran kedalam kelompok-kelompok belajar, (c) ke dalam kegiatan ko/ekstra kulikuler, dan (d) kedalam jurusan/program studi yang sesuai dengan potensi, bakat, dan minat serta kondisi pribadi siswa.
e.       Layanan Bimbingan Belajar
Layanan bimbingan belajar ialah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok serta kesulitan dalam belajarnya dan berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian. Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah.
f.        Layanan Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan bermakna layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang pembimbing (konselor) terhadap peserta didik dalam rangka pengentasan masalah pribadi peserta didik (Prayitno, 2004).
g.      Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas bebagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi peserta layanan.
h.      Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok dapat dimaknai sebagai suatu upaya pembimbing membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal.
Menurut Tohorin (2013: 72), siswa di sekolah dan madrasah sebagai mausia dapat dipastikan memiliki masalah. Begitupun perihal bimbingan dan konseling juga tidak terlepas dari masalah atau kendala dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam perjalanan mengemban tugas konselor tidak selamanya menjalankan tugasnya dengan lancar. konselor sebagai salah satu pemegang peran penting dalam keberhasilan bimbingan dan konseling, banyak mengalami gangguan dan hambatan, termasuk juga kekeliruan pemahaman tentang BK di sekolah. Hal ini sebagiamana yang diuttarakan oleh Ria Wahyu Astuti (2013: 273).
Kamaruzzaman (2016) juga menegaskan bahwa hambatan-hambatan yang mungkin datang atau berasal dari konseli dapat berupa hal-hal sebagai berikut: (1) konseli tidak terbuka sepenuhnya kepada konselor atas persoalan yang sedang dihadapi, (2) konseli merasa tidak bebas untuk mengungkapkan persoalannya, (3) suasana di sekitaran tempat pelayanan kurang nyaman/aman sehingga membuat konseli enggan menyampaikan permasalahannya. (4) konseli tidak percaya kepada konselor untuk dapat membantu menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapinya, terutama bagi konseli yang dipanggil.
Hambatan tersebut tidak hanya dialami berasal dari dalam diri klien, akan tetapi permasalahan lain juga berasal dari dalam diri konselor itu sendiri. Sementara itu, hambatan-hambatan yang mungkin datang dari seorang konselor biasanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan/penguasaan seorang konselor dalam menggunakan teknik-teknik konseling, baik itu verbal maupun nonverbal, sehingga masalah yang dialami siswa tidak terungkap dengan jelas. Selain itu, juga mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan seorang konselor dalam membina hubungan yang baik dengan konseli pada saat/permulaan konseling, sehingga membuat konseli merasa tidak bebas untuk mengungkapkan masalahnya, terutama bagi konseli yang dipanggil. Permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya dialami konselor adalah masalah eksternal baik itu dari teman sejawat yang menganggap negatif keberadaan konselor, dan sistem yang tidak mendukung keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. (Ulvina Rachmawati, 2013).
Kendala proses pelaksanaan bimbingan dan konseling juga terlihat pada efek diterapkannya sistem Kurikulum 2013, bimbingan konseling tidak terlihat secara langsung sehingga tidak nampak penyediaan waktu bagi bimbingan konseling, padahal materi bimbingan konseling cukup padat. Kondisi ini menjadi kendala dalam implementasi bimbingan konseling di sekolah. Namun di lain sisi bimbingan dan konseling diakui menjadi solusi bagi internalisasi nilai dan solusi bagi masalah kesiapan belajar dan mental peserta didik sehingga harus dikembangkan disetiap sekolah agar peserta didik dapat dengan mudah menjalani aktivitas belajarnya dan memperoleh hasil yang baik untuk masa depannya. (Desje Lattu, 2017: 48)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 20 November 2019, dan alokasi yang peneliti jadikan sebagai tempat untuk melakukan penelitian tersebut adalah di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) 1 Garut. Sasaran dari penelitian ini adalah guru pembimbing atau guru BK dan salah satu siswa di MAN 1 Garut. Alasan peneliti menjadikan sekolah ini sebagai tempat penelitian adalah karena sekolah kasus yang akan peneliti temukan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto (2006: 64), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa observasi/wawancara dan studi dokumentasi. Observasi merupakan proses pengamatan sistematis dari aktivitas manusia dan pengaturan fisik dimana kegiatan tersebut berlangsung secara terus menerus dari lokus aktivitas bersifat alami untuk menghasilkan fakta. Oleh karena itu observasi merupakan bagian integral dari cakupan penelitian lapangan etnografi. Observasi sebagai proses kompleks, tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis melibatkan pengamatan, persepsi, dan ingatan. (Hasyim Hasanah, 2016: 26).
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari hasil observasi, penelitian menunjukkan sebagai berikut:
1.      Program Layanan Bimbingan dan Konseling di MAN 1 Garut
Pelaksanaan program bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut, baru dapat menjalankan beberapa jenis layanan. Program yang terlaksana antara lain, layanan dasar, layanan bimbingan dan kelompok, layanan responsive, layanan penempatan serta layanan dukungan sistem.
Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 telah menggariskan pola layanan sebagai acuan pemberian layanan dan administrasi bimbingan dan konseling di sekolah ini (Edris Zamroni, 2015). Adapun layanan bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut antara lain:
a.       Layanan Dasar, sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dalam rangka mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian).
b.      Layanan Responsif, yakni layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan (pertolongan) dengan segera. Layanan ini paling banyak digunakan di MAN 1 Garut karena bertujuan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhannya yang dirasakan pada saat ini, atau para siswa yang dipandang mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.
c.       Layanan Penempatan, yakni yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat. Salah satu program layanan penempatan ini adalah dengan adanya bimbingan-bimbingan kelompok seperti Organisasi-organisasi dan Ekstrakulikuler yang dapat mengembangkan potensi, minat dan bakat peserta didik.
d.      Layanan Dukungan Sistem, yaitu kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan.
2.      Struktur Organisasi BK di MAN 1 Garut

Berdasarkan struktur organisasi BK di MAN 1 Garut pada bagan tersebut, kepala madrasah Bersama dengan wakil kepala madrasah sebagai pemamggumg jawab pendidikan di sekolah ini secara keseluruhan, termasuk penanggung jawab dalam membuat kebijakan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
Koordinator BK yakni Bpk. Enjang Hasan Bersama dengan guru pembimbing/guru BK yakni Bpk. Apip Pirmansyah, Bpk. Rian Hermawan dan Ibu Imas Halimatu Sa’diyah merupakan sebagai pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling.
Guru mata pelajaran atau praktik adalah sebagai pelaksana pengajaran prkatik dan latihan. Adapun wali kelas bertugas secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan administrasi (seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kelas tertentu.
Staf Tata Usaha atau Administrasi di MAN 1 Garut memiliki tugas untuk membantu guru pembimbing dan coordinator BK dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan BK di sekolah ini. Adapun komite madrasah adalah organisasi yang terdiri dari unsur sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat yang berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan termasuk proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah ini.
3.      Kendala Pelayanan Bimbingan dan Konseling di MAN 1 Garut
Kendala pelaksanaan bimbingan dan konseling menjadikan konseling di sekolah sulit berjalan sesuai dengan yang semestinya. Hal mendasar yang menjadi kendala di MAN 1 Garut adalah menyangkut keterbatasan waktu dalam memberikan layanan BK kepada siswa di tiap kelas sehingga guru pembimbing/guru BK tidak diberikan waktu khusus untuk masuk pada jam pelajaran di kelas sebagai mata pelajaran tambahan mengenai bimbingan dan konseling. Hal tersebut menyebabkan buru BK tidak dapat meneliti secara langsung perihal problem/masalah siswa yang membutuhkan layanan bimbingan dan konseling.
Faktor penyebab kendala tersebut salah satunya adalah dengan digantikannya Kurikulum 2006 (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Bimbingan dan Konseling berdasarkan Kurikulum 2013, di MAN 1 Garut guru BK tidak bisa masuk ke tiap kelas untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa karena hal tersebut dapat menambah waktu lamanya belajar.
Pada awalnya bimbingan dan konseling masuk ke dalam mata pelajaran tambahan sebagai kurikulum KTSP (Kurikulum 2006), namun sejak bergantinya kurikulum menjadi kurtilas atau kurikulum 2013 maka Guru BK tidak bisa secara langsung mengamati dan melayani siswa yang ingin mendapatkan pelayanan langsung dari guru BK. Selain itu, layanan-layanan klasikal baik yang menyangkut layanan pribadi maupun belajar tidak dapat disampaikan secara maksimal.
Kendala pelayanan bimbingan dan konseling juga dapat terlihat dari jumlah guru BK di MAN 1 Garut yakni sebanyak 3 guru BK dan 1 koordinator bimbingan dan konseling. Rasio satu guru BK dengan jumlah peserta didik yang mendapatkan pelayanan sekitar 1:150 sehingga jika di sekolah ini hanya ada 3 guru BK berarti hanya mampu menangani sekitar 450 peserta didik, sedangkan di MAN 1 Garut jumlah keseluruhan peserta didik lebih dari kapasitas pelayanan bimbingan dan konseling, terlebih dengan jangka waktu pelayanan bimbingan dan konseling yang terbatas maka tidak akan cukup dengan perbandingan rasio dengan jumlah konselor yang ada, sehingga pelayanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara optimal dan menyeluruh.
Gambaran guru BK yang sangat “killer” juga menjadi salah satu kendala dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah ini. Hal tersebut membuat persepsi siswa bahwa guru BK selalu identic dengan istilah galak, tegas, menakutkan dan lain sebagainya, sehingga siswa terkadang sering menghindar apabila bertemu dan berpapasan langsung dengan guru BK. Ditambah lagi dengan minimnya waktu tatap muka antara konselor dengan siswa dapat menyebabkan salah satu factor mengapa konselor kurang bisa menjadi mitra atau teman bagi setiap peserta didik yang ada di sekolah.
Bimbingan dan konseling merupakan sarana bagi orang yang bermasalah saja. Hal tersebut menjadi salah satu faktor mengapa siswa tidak berkenan atau tertarik kepada pelayanan bimbingan dan konseling. Sebagian orang berpandangan bahwa bimbingan dan konseling selalu menyangkut perihal orang-orang yang terkena masalah semata, jika tidak ada masalah maka BK dan hanya diperlukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan saja. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu tugas utama guru BK adalah untuk membantu dalam menyelesaikan masalah, akan tetapi sebenarnya juga peranan BK itu sendiri adalah melakukan tindak preventif agar masalah tidak timbul dan antisipasi agar ketika masalah yang sewaktu-waktu dating tidak berkembang menjadi masalah yang besar. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara guru BK selalu mengamati semua peserta didik baik yang memiliki masalah maupun yang tidak memiliki masalah, tindakan tersebut berupaya untuk meminimalisir anggapan peserta didik yang menganggap bahwa bimbingan dan konseling hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang terkena masalah saja.
4.      Masalah yg paling kompleks yang pernah dilayani oleh BK
Permasalahan siswa yang paling kompleks di MAN 1 Garut adalah mengenai kenakalan siswa, seperti kesiangan masuk kelas, bolos pada jam pelajaran sampai dengan mengambil barang orang lain. Sebagaimana yang telah diterima oleh guru BK dari Wali Kelas, tingkat permasalahan siswa masih dalam kategori standar yakni tidak mencapai pada permasalahan yang paling tinggi seperti tindak kriminalitas yang mengakibatkan siswa harus dikembalikan kepada orang tuanya. Sistem BK yang baru di MAN 1 Garut ini sudah menerapkan sistem buku saku atau buku pribadi yang memuat keterangan pelanggaran tata tertib sekolah. Contoh dibawah ini merupakan tindak lanjut atau sanksi setiap point pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh siswa.
TINDAK LANJUT AKUMULASI POINT PELANGGARAN TATA TERTIB/PERATURAN
No
Jumlah Point
Tindak Lanjut
1
40
Peringatan lisan+Sanksi
2
41-60
Peringatan tertulis+Sanksi
3
61-75
Peringatan Tertulis dan perjanjian yang ditandatangani oleh orang tua siswa
4
76-100
Skorsing jangka pendek (3 hari)
5
101-150
Skorsing jangka Panjang (6 hari)
6
151-lebih
Dikembalikan kepada oran tua siswa
5.      Sarana dan Prasarana BK di MAN 1 Garut
Susksesnya layanan bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut salah satunya didukung oleh adanya pendayagunaan semua sarana dan prasarana bimbingan dan konseling yang ada secara efektif dan efisien. Profil sarana dan prasarana yang ada di sekolah ini didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Berdasarkan hasil observasi, sarana dan prasarana pelayanan bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut kiranya sudah mencapai kriteria sarana dan prasarana BK yang memadai. Hal ini ditandai dengan adanya penambahan alat-alat BK yang setiap tahunnya selalu bertambah, yakni terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, teknologi informassi dan komunikasi serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah atau madrasah. Selain itu, di sekolah ini sudah menggunakan alat-alat alat penyimpan data seperti buku saku atau kartu pribadi yang dimiliki oleh setiap siswa. Dimana dalam buku pribadi tersebut berisi tentang catatan-catatan siswa baik yang menyangkut point pelanggaran tata tertib sekolah maupun point prestasi yang dicapai oleh setiap siswa.
Mengenai tata letak dan luas ruangan BK juga dapat berpengaruh pada kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik. Hal ini dapat terlihat pada ruangan BK di MAN 1 Garut yang cukup strategis dimana ruang BK terlihat menyenangkan dan nyaman dalam arti tidak memberikan kesan yang sama dengan situasi kelas, kantor atau pengadilan.
6.      Kesan Siswa Mengenai Layanan Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi kepada Salsabila Auliya Nurul Jannah sebagai salah satu siswa di MAN 1 Garut kelas 11 IPA-2, mengenai pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling kiranya perlu dilakukan secara lebih menyeluruh sebab pihak sekolah maupun kurikulum tidak memberikan jam khusus pada kegiatan belajar mengajar (KBM) di dalam kelas. Walaupun sekolah tidak memberikan waktu khusus mengenai pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada siswa, seyogyanya guru pembimbing memberikan pelayanan secara kontinu di luar jam pelajaran kelas. Hal tersebut dapat memberikan pemahaman mengenai bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut, sehingga siswa yang mempunyai permasalahan dapat langsung dating kepada guru pembimbing untuk mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling yang diperlukan untuk menyelesaikan problem yang dihadapinya.
Simpulan dan Saran
1.      Simpulan
Berdasarkan fokus penelitian “Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN 1 Garut”, maka dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di MAN 1 Garut sudah sesuai dengan yang diharapkan, meskipun masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat proses terlaksananya kinerja bimbingan dan konseling di sekolah. Upaya yang dilakukan sekolah yaitu dengan meningkatkan kompetensi, profesionalitas konselor, pelaksanaan inovasi pelayanan serta menggunakan media sebagai alat pendukung layanan bimbingan dan konseling dengan menjalankan fungsi koordinasi dan kepengawasan untuk mencapai kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih efektif dan efisien.
2.      Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan beberapa saran kepada berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut:
a.       Guru pembimbing atau guru BK, diharapkan bisa bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dalam memberikan berbagai pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
b.      Kepala sekolah, diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pendidikan khususnya mengenai cara guru pembimbing atau guru BK dalam mengatasi persoalan dan hambatan yang dihadapi oleh guru BK tersebut khususnya dalam konseling perorangan.
c.       Pengelola program studi bimbingan dan konseling, diharapkan bisa berguna sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan program perkuliahan untuk menyiapkan tenaga-tenaga guru BK di sekolah yang professional.
d.      Peserta didik, diharapkan dapat membantu guru BK dalam hal mengatasi masalah tersebut
e.       Peneliti, diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan mengenai proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Lattu, Desje. 2017. Solusi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam Implemetasi Kurikulum 2013. Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan. Volume 1. Nomor 1
Edris Zamroni dan Susilo Rahardjo. 2015. Manajemen Bimbingan dan Konseling Berbasis Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014. Jurnal Konseling Gusjigang. Kudus; Program Studi Bimbingan dan Konseling FPIK Universitas Muria Kudus. Volume 1. Nomor 1
Hanan, Abdul. 2017, Meningkatkan Motivasi Belajar Bimbingan konseling Siswa Kelas VIII.C Melalui Bimbingan Kelompok Semester Satu Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Ilmiah Mandala Education. No. 1, Vol 3, Hlm. 63
Hasanah, Hasyim. 2016. Teknik-teknik Observasi (Sebuah Alternatif Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial). Jurnal At-Taqdum. Semarang: Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Semarang. Volume 8. Nomor 1.
Kamaruzzaman. 2016. Analisis Faktor Penghambat Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Sosial. Volume.3. Nomor 2.
Prayitno dan Erman Amti. 2015. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Rachmawati, Ulvina. 2013. Manajemen Bimbingan dan Koonseling tanpa Alokasi Jam Pembelajaran. Jurnal Bimbingan dan Konseling. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Volume 2. Nomor 1
Syafaruddin. 2019. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Telaah Konsep, Teori dan Praktek. Medan: Perdana Publishing
Salahudin, Anas. 2012. Bimbingan & Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia
Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Wahyu, Astuti Ria. 2013. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling untuk Merubah Persepsi Siswa di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Lamongan. Jurnal Bimbingan dan Konseling. Volume 3. Nomor.1. Hal. 271-280
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2011. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Naskah Pembawa Acara Bahasa Sunda

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI PADA LINGKUNGAN KELUARGA, LINGKUNGAN SEKOLAH DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT (TRI PUSAT PENDIDIKAN)

Biografi dan Pemikiran Howard Gardner