SHALAT SUNNAH, MACAM-MACAM, DAN HUKUM MELAKSANAKANNYA DALAM ISLAM
TUGAS MANDIRI
SHALAT SUNNAH, MACAM-MACAM, DAN HUKUM MELAKSANAKANNYA DALAM ISLAM
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti UAS (Ujian Akhir
Semester) pada mata kuliah Fiqh Ibadah
Dosen Pengampu : Husnan Sulaiman, M.Ag
Oleh :
Siti Napisah
NIM : 17210030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER II
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL-MUSADDADIYAH GARUT
TAHUN AKADEMIK 2017-2018
Jl.Mayor Syamsu No.2 Tlp.(0262) 232334 Fax. (0262) 242017)
PENGESAHAN PERSETUJUAN
Makalah dengan judul “SHALAT
SUNNAT, MACAM-MACAM, DAN HUKUM MELAKSANAKANNYA DALAM ISLAM ”
Oleh
Siti Napisah
NIM : 17210030
telah disahkan dan disetujui
oleh,
Dosen mata kuliah Fiqih
Ibadah
Sebagai syarat untuk
mengikuti UAS (Ujian Akhir Semester) II
Tahun Akademik 2017-2018
Pemakalah
|
Dosen
Mata Kuliah,
|
Siti
Napisah
|
Husnan
Sulaiman., M.Pd
|
KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Ibadah.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang “ Shalat
Sunnat, macam-macam dan hukum melaksanakannya dalam Islam “. Makalah
ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran,
dorongan dari dosen mata kuliah dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya bagi Mahasiswa/i Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAIM) Garut. Saya menyadari betul bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah saya meminta
masukan demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Garut,
April 2018
Penyusun
PERNYATAAN KEASLIAN
Makalah dengan judul “Shalat Sunnat, macam-macam dan hukum mengerjakannya
dalam Islam” ini, adalah benar benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau peniruan yang bertentangan dengan prinsip dan etika
keilmuan yang berlaku di tengah masyarakat keilmuan.
Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran-pelanggaran yang
ditemukan dalam karya saya ini, maka saya siap menerima sanksi berupa tidak
memperoleh nilai UAS (Ujian Akhir Semester) pada semester 2 sesuai dengan
pernyataan saya tersebut diatas.
MOTTO
“ Shalatlah kamu sebelum kamu di shalatkan! ”
$ygr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4
¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.”
DAFTAR ISI
PENGESAHAN PERSETUJUAN ............................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... iii
MOTTO ........................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah...................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................ 1
C.
Tujuan
Penulisan.................................................................................. 1
D.
Manfaat
Penulisan............................................................................... 2
E.
Sistematika
Penulisan.......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.
Pengertian
Shalat Sunnat..................................................................... 3
B.
Macam-macam
Shalat Sunnat ............................................................ 5
1.
Shalat
Sunnat Munfarid
a.
Shalat
Rawatib ....................................................................... 5
b.
Shalat
Istikharah ..................................................................... 9
c.
Shalat
Tahajud ....................................................................... 10
d.
Shalat
Hajat ........................................................................... 15
e.
Shalat
Duha ........................................................................... 18
f.
Shalat
Tahiyatul Masjid ......................................................... 19
g.
Shalat
Muthlaq ...................................................................... 22
h.
Shalat
Awwabin .................................................................... 22
i.
Shalat
Wudu .......................................................................... 24
j.
Shalat
Tasbih ......................................................................... 24
k.
Shalat
Taubat ......................................................................... 26
l.
Shalat
Witir ............................................................................ 26
2.
Shalat
Sunnat Berjamaah
a.
Shalat
Tarawih ....................................................................... 27
b.
Shalat
‘Idain (Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha) .............. 30
c.
Shalat Dua Gerhana (Kusufain) ............................................ 34
d.
Shalat Istisqa ......................................................................... 38
C.
Hukum
Melaksanakan Shalat Sunnat dalam Islam
1.
Hukum
Melaksanakan Shalat Rawatib ........................................ 40
2.
Hukum
Melaksanakan Shalat Istikharah ..................................... 43
3.
Hukum
Melaksanakan Shalat Tahajud ........................................ 44
4.
Hukum
Melaksanakan Shalat Hajat ............................................ 46
5.
Hukum
Melaksanakan Shalat Duha ............................................ 47
6.
Hukum
Melaksanakan Shalat Tahiyyatul Masjid ........................ 48
7.
Hukum
Melaksanakan Shalat Awwabin...................................... 49
8.
Hukum
Melaksanakan Shalat Wudu ........................................... 50
9.
Hukum
Melaksanakan Shalat Tasbih ........................................... 50
10. Hukum Melaksanakan Shalat Witir ............................................. 52
11. Hukum Melaksanakan Shalat Tarawih ........................................ 54
12. Hukum Melaksanakan Shalat Istisqa ........................................... 55
13.
Hukum
Melaksanakan Shalat ‘Ied .............................................. 56
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan......................................................................................... 57
B.
Saran
.................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang
muslim diwajibkan untuk melaksanakan dan mendirikan shalat, karena shalat
merupakan tihangnya agama dan pembeda antara umat agama islam dengan umat agama
lain. Dimana shalat terbagi menjadi dua bagian, yakni shalat wajib dan shalat
sunnat. Shalat wajib merupakan shalat yang harus dilaksanakan dan tidak boleh
ditinggalkan oleh seorang mukallaf dan apabila ditinggalkan akan berdosa dan
mendapat siksa, dimana shalat wajib memang sudah disyari’atkan bagi seluruh
umat islam baik dalam situasi dan kondisi apapun. Adapun shalat sunnat
merupakan shalat yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila tidak
dikerjakan tidak akan mendapat siksa maupun berdosa.
Dengan
dilaksanakannya shalat sunnat, dapat menyempurnakan shalat wajib yang belum
tentu dapat diterima shalatnya oleh Allah SWT. Selain itu shalat sunnat
memiliki banyak keutamaan apabila dapat dilaksanakan walaupun tidak melihat
disyari’atkannya atau tidak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya akan
menguraikan mengenai Macam-macam shalat sunnat, dan hukum melaksanakannya dalam
Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka dapat dirumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan Shalat sunnat ?
2.
Apa
saja macam-macam shalat sunnat ?
3.
Bagaimana
hukum melaksanakan shalat sunnat dalam Islam ?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas,
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Untuk
mengetahui pengertian shalat sunnat
2.
Untuk
mengetahui macam-macam shalat sunnnat
3.
Untuk
mengetahui hukum melaksanakan shalat sunnat dalam Islam
D.
Manfaat Penulisan
1.
Manfaat
Teoritis
Makalah ini dibuat untuk mengetahui dan memahami kajian teoritik
tentang macam-macam shalat sunnat, dan hukum melaksanakannya dalam Islam.
2.
Manfaat
Praktis
a.
Bagi
Penyusun
Menambah
keilmuan mengenai Shalat sunnat, macam-macam, serta hukum melaksanaknnya dalam
Islam.
b.
Bagi
Perguruan Tinggi
Mudah-mudahan
dengan adanya makalah ini, kedepannya bisa lebih dikaji lagi secara rinci
mengenai Shalat sunnat, macam-macam serta hukum melaksanakannya di Program
Studi Pendidikan Agama Islam khusunya bagi Mahasiswa/i agar bisa lebih
memahaminya.
E.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika yang menjadi isi
makalah ini adalah :
a.
BAB
I PENDAHULUAN terdiri dari: (A). Latar Belakang Masalah; (B). Rumusan Masalah; (C).
Tujuan Penulisan; (D). Manfaat Penulisan dan (E). Sistematika Penulisan.
b.
BAB
II TINJAUAN TEORITIS terdiri dari: (A). Pengertian Shalat Sunnat; (B).
Macam-macam Shalat Sunnat; (C). Hukum melaksanakan Shalat Sunnat dalam Islam.
c.
BAB
III PENUTUP terdiri dari: (A). Kesimpulan dan (B). Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
PENGERTIAN SHALAT SUNNAT
Kata "sholat" sering
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata sembahyang. Sebenarnya pengertian
kedua kata ini
mempunyai makna yang sangat berbeda. "Sembahyang"
seringkali dikaitkan dengan kegiatan tertentu yang dilakukan oleh umat beragama
secara umum dalam rangka menyembah Tuhan mereka.
Pengertian
"sholat" dalam Islam pada
dasarnya mengandung dua pengertian,
yaitu do'a dan bershalawat. Berdo'a
yang dimaksud di sini adalah berdo'a
atau memohon hal-hal yang baik, kebaikan, kebajikan, nikmat, dan rezeki.
Sedangkan "bershalawat" berarti meminta keselamatan kedamaian, keamanan, dan
perlimpahan rahmat Allah Swt.[1]
Menurut M.
Machfud, kata sholat menurut bahasa berarti "doa" dan menurut
istilah adalah beberapa perkataan dan
perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam. Sholat juga mempunyai pengertian
mengkonsentrasikan akal pikiran
kepada Allah untuk
sujud kepada-Nya, dan bersyukur serta meminta pertolongan kepada-Nya.
Prof.Dr.T.M. Hasby
Ash Shiddieqy memberikan
definisi sholat berarti
"do'a" memohon kebajikan dan pujian. menurut syara' adalah
hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Sedangkan Ahli fiqih
telah memberi istilah tentang sholat
sebagai berikut: "Berupa
ucapan dan beberapa
perbuatan yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam yang
dengan kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah
ditentukan".
Shalat menurut syara’ adalah bentuk
ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbir dan
diakhiri dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan. Sedangkan
Sunnah adalah apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila tidak
dikerjakan tidak akan mendapat siksa maupun berdosa.
Dengan demikian berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sholat adalah menghadapkan
jiwa dan raga kepada Allah, sebagai rasa taqwa seorang hamba terhadap Tuhannya mengagungkan
kebesaran-Nya dengan khusyu' dan ikhlas
dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan membaca salam berdasarkan
syarat dan rukun- rukun tertentu.
Sholat adalah
kewajiban peribadatan (formal) yang paling penting dalam sistem keagamaan. Al-Qur'an banyak memuat
perintah agar kita menegakkan sholat (iqamat al-shalah, yakni menjalankannya
dengan penuh kesungguhan). Jika sholat itu dilakukan secara serius dan terus
menerus, maka akan menjadi alat
pendidikan rohani manusia yang efektif,
memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk
pertumbuhan kesadaran.
Sedangkan Sunnah menurut Para Ahli
Fiqh adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi
siksa apabila ditinggalkan.
Adapun pendapat yang kedua menurut
Dr. Taufiq Sidqy mengatakan bahwa sunnat merupakan segala hal yang dipraktekan
oleh Rasulullah SAW secara terus menerus dan diikuti oleh para Sahabat beliau.
Adapun menurut Prof.Dr.T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, sunnah ialah suatu amalan yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW
secara terus menerus dan dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan
jalan mutawattir.[2]
Dari beberapa pendapat para ahli
mengenai sunnah, maka dapat disimpulkan bahwa sunnah merupakan suatu
amalan-amalan baik yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW secara terus menerus
pada zaman dahulu dan diikuti oleh Para sahabat dan oleh umatnya pada zaman
sekarang yang apabila melaksanakannya akan mendapatkan pahala dan apabila tidak
dilaksanakan atau ditinggalkan tidak akan mendapat siksa atau berdosa.
Dari beberapa pernyataan diatas
mengenai pengertian shalat dan sunnah, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
sholat sunnah ialah shalat yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk
melaksanakannya namun tidak diwajibkan sebagaimana shalat Fardhu, sehingga
tidak akan berdosa maupun mendapat siksa apabila ditinggalkan dengan kata lain
apabila dilaksanakan dengan baik, benar, dan mengetahui syarat, tatacara
melaksanakannyaa serta dengan
penuh keikhlasan maka akan mendapat pahala yang berlimpah ruah berupa hikmah
dan rahmat dari Allah SWT.
Jadi, Sholat sunnah adalah sholat
yang dikerjakan di luar sholat fardhu. Nabi Muhammad SAW mengerjakan sholat
sunnah selain untuk mendekatkan diri kepada Allah juga mengharapkan tambahan
pahala. Seseorang yang mengerjakan sholat sunnah maka ia akan mendapatan
pahala, jika tidak dikerjakan pun ia juga tidak mendapatkan dosa.
B. MACAM-MACAM SHALAT SUNNAT
1. Shalat Sunnah Munfarid
Shalat
sunah ada yang dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) dan ada yang dilakukan secara bersama-sama
(Berjama’ah). Shalat sunnat yang dilakukan secara sendiri-sendiri atau Munfarid
di antaranya:
a.
Shalat Rawatib
(1)
Pengertian Shalat Rawatib
Salat Sunnah Rawatib adalah salat yang dikerjakan menyertai salat
fardhu, baik dikerjakan sebelum maupun sesudahnya. Salat Sunnah Rawatib ini
dibagi menjadi dua, yaitu salat Sunnah Rawatib Qabliyah dan Salat Sunnah
Rawatib Ba’diyah. Salat Sunnah Rawatib Qabliyah adalah shalat sunnah rawatib
yang dikerjakan sebelum shalat wajib. Sedangkan Salat Sunnah Rawatib Ba’diyah
adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu. Adapun
hukum melaksanakannya ada yang sunnah muakkad, ada pula yang sunnah gairu
muakkad.
Shalat Sunnah Rawatib tersebut berlaku setiap hari ada lima belas
rakaat. Dan menurut pendapat yang diunggulkan, ada dua belas rakaat. Hal
tersebut berdasarkan riwayat yang menyatakan bahwa, barangsiapa yang tekun
melaksanakan shalat dua belas rakaat sehari semalam niscaya Allah SWT akan
membangunkan untuknya sebuah istana di surga.
Ditinjau dari segi kepentingannya sholat rawatib dibagi menjadi dua
bagian yaitu :
1) Sholat sunnat rawatib mu’akkad (Sangat Dianjurkan
untuk dikerjakan ). Sholat sunat rawatib
mu’akkad ada 10 sampai dengan 12 rakaat :
Ø 2 rakaat sebelum shalat shubuh
Ø 2 atau 4 rakaat sebelum shalat zhuhur
Ø 2 atau 4 rakaat sesudah shalat zhuhur
Ø 2 rakaat sesudah maghrib
Ø 2 rakaat sesudah isya’
2) Sholat sunnat rawatib ghoiru mu’akkad (Dianjurkan
untuk dikerjakan)
Adalah shalat sunnah rawatib yang kurang ditekankan. Adapun yang ter-masuk
shalat sunnah rawatib ghairu muakkad adalah sebagai berikut :
Ø 2 atau 4 rakaat sebelum shalat ashar (jika dikerjakan 4 rakaat, boleh
dikerjakan dengan satu kali salam atau dua kali salam)
Ø 2 rakaat sebelum shalat maghrib
Ø 2 rakaat sebelum shalat isya’
Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua
rakaat Shubuh dan shalat witir. Pada rakaat pertama shalat sunnah dua rakaat
shubuh tersebut, setelah membaca surah Al-Fatihah dianjurkan untuk membaca
surah Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua dianjurkan membaca Surah Ak-Ikhlas.
Atau pada rakaat yang pertama membaca surah Al-Baqarah ayat 136 dan pada shalat
sunnah Maghrib membaca surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas.
(2)
Bacaan
Niat Shalat Rawatib
Adapun bacaan niat
sholat rawatib qobliyah dan ba’diyah antara lain:
v Bacaan Niat Qobliyah Sebelum shalat zhuhur
اُصَلّي سُنَّةَ الظُّهرِ رَكعَتَينِ قَبلِيةَ لِلّٰهِ تَعاَلٰي
“Ushallii Sunnatazh Zhuhri Rak’atainl Qabliyyatan Lillaahi Ta’aalaa.”
Artinya:
“Aku niat shalat sunat qabliyyah zhuhur 2 rakaat,
karena Allah Ta’ala.”
v Bacaan Niat Ba’diyah Sesudah shalat zhuhur
اُصَلّي سُنَّةَ الظُّهرِ رَكعَتَينِ بَعدِيَةَ لِلّٰهِ تَعاَلٰي
“Ushallii Sunnatazh Zhuhri Rak’atainl Ba’diyyatan Lillaahi Ta’aalaa.”
Artinya:
”Aku niat shalat sunat ba’diyyah zhuhur 2 rakaat,
karena Allah Ta’ala.”
v Bacaan Niat Qobliyah Sebelum shalat ashar
اُصَلّي سُنَّةَ العَصرِ رَكعَتَينِ قَبلِيَةَ لِلّٰهِ تَعاَلٰي
“Ushalli sunnatal’ashri rak’atan qabliyyatan Lillaahi Ta’aalaa.”
Artinya:
” Aku niat shalat sunat qabliah ashar 2 rakaat, karena
Allah Ta’ala.”
v Bacaan Niat Qobliyah Sebelum shalat maghrib
اُصَلّي سُنَّةَ المَغرِبِ رَكعَتَينِ قَبلِيَةَ لِلّٰهِ تَعاَلٰي
“Ushallii Sunnatal Maghribi Rak’ataini Qab-Liyyatan Lillaahi Ta’aalaa.”
Artinya:
“Aku niat shalat sunat qabliyyah maghrib 2 rakaat,
karena Allah Ta’ala”
v Bacaan Niat Ba’diyah Sesudah shalat maghrib
اُصَلّي سُنَّةَ المَغرِبِ رَكعَتَينِ بَعدِيَةَ لِلّٰهِ تَعاَلٰي
“Ushallii Sunnatal Maghribi Rak’atain Ba’diyyatan Lillaahi Ta’aalaa.”
Artinya:
”Aku niat shalat sunat ba’diyyah maghrib 2 rakaat,
karena Allah Ta’ala.”
v Bacaan Niat Qobliyah Sebelum shalat isya:
“Ushallii Sunnatal ‘Isyaa’i Rak’ataini Qabliyyatan
Lillaahita’aalaa.”
Artinya:
”Aku niat shalat sunat qabliyyah isya 2 rakaat, karena
Allah Ta’ala.”
v Bacaan Niat Ba’diyah Sesudah shalat isya
اُصَلّي سُنَّةَ العِشَاءِ رَكعَتَينِ بَعدِيَةَ لِلّٰهِ تَعاَلٰي
“Ushallii Sunnatal ‘Isyaa’i Rak’ataini Ba’diyatan Lillaahi Ta’aalaa.”
Artinya:
”Aku niat shalat sunat ba’diyyah isya 2 rakaat, karena
Allah Ta’ala.”
v Bacaan Niat Qobliyah Sebelum shalat subuh
اُصَلّي سُنَّةَ الصُّبحِ رَكعَتَينِ قَبلِيَةَ لِلّٰهِ تَعاَلٰي
“Ushallii Sunnatash Shubhi Rak’ataini Qabliyatan Lillaahi Ta’aalaa.”
Artinya:
”Aku niat shalat sunat qabliyyah subuh 2 rakaat, karena Allah Ta’ala.” [3]
b. Shalat Istikharah
(1) Pengertian Shalat Istikharah
Istikharah
berasal dari kata al khair yang bermakna sesuatu yang terbaik. Shalat
istikharah ialah shalat sunnah dua rakaat yang memohon pertolongan dari Allah
swt. Untuk menunjukan pilihan yang terbaik diantara dua hal yang belum dapat
ditentukan baik buruknya oleh manusia. Karena terkadang yang menurut pandangan
manusia itu baik, belum tentu menurut Allah baik juga, demikian sebaliknya.
Shalat
istikharah kita jalankan untuk mencari petunjuk dari allah swt, dengan diberi
tanda-tanda atau alamat ataupun isyarat. Walhasil, shalat istikharah berarti
shalat sunnah yang dilaksanakan untuk memohon petunuk kepada.swt dalam rangka
memilih yang terbaik.
Shalat
istikharah ini waktu pelaksanaanya sama seperti shalat tahajud dan hajat utama
pada saat malam hari dengan jumlah rakaat dua rakaat. Surat yang di baca
al-kafirun dan al ikhlas.
Hasil dari
shalat istikharah akan memperoleh isyarat berupa kemntapan hati untuk
melaksanakan sesuatu isyarat dalam impian di waktu tidur.[4]
(2)
Bacaan
Niat Shalat Istikharah
اُصَلّي سُنَّةَ
الاِستِخَارَاةِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰي
“Ushalli sunnatal
istikharah rak’ataini lillaahi ta’alaa.”
Artinya:
“Aku niat shalat sunat
istikharah dua rakaat karena Allah ta’ala.”
c. Shalat Tahajjud
(1) Pengertian Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu
malam hari, sedikitnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas jumlah
rakaatnya. Waktunya shalat tahajjud yakni setelah shalat Fardhu Isya sampai
sebelum terbitnya fajar.
Jadi Shalat Tahajjud adalah sholat sunnah yang dikerjakan
pada malam hari, dimulai setelah isya hingga terbit fajar atau menjelang subuh,
dan setelah tidur, walaupun tidurnya hanya sebentar,hal ini sesuai dengan makna
yang terkandung dalam makna “Tahajud” yaitu “Bangun dari Tidur”.
Jika telah diketahui waktu
melaksanakan shalat tahajud dari waktu isya sampai waktu shubuh, sedang
sepanjang malam ini ada saat-saat utama, lebih utama, dan paling utama, maka
waktu malam yang panjang itu dapat dibagi menjadi 3 bagian:
1)
Sepertiga
pertama, yaitu kira-kira dari jam 19.00 sampai dengan jam 22.00, ini adalah
waktu yang utama.
2)
Sepertiga
kedua, yaitu kira-kira dari jam 22.00 sampai dengan jam 01.00, ini adalah waktu
yang lebih utama.
3)
Sepertiga
ketiga, yaitu kira-kira dari jam 1 sampai dengan masuknya waktu shubuh, ini
adalah saat yang paling utama.[5]
Jadi berdasarkan urutan waktu keutamaan melaksanakan shalat tahajud
tersebut, maka Waktu yang paling utama untuk melaksanakan Sholat Tahajud adalah
sepertiga malam terakhir, pada waktu itu
Allah banyak menurunkan rahmatnya ke bumi, sehingga barang siapa berdoa akan
dikabulkan, barang siapa meminta akan diberikan, dan barang siapa memohon ampuna
akan diampuni oleh Allah SWT.
(2)
Bacaan
Niat Shalat Tahajjud
اُصَلّي سُنَّةَ التَّحَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰي
“Ushollii
sunnatal tahajjudi rok’aataini lillaahi ta’aala.”
Artinya:
“Aku berniat salat sunah
tahajjud dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
(3)
Keutamaan
Shalat Tahajjud
Nabi Muhammad SAW
bersabda tentang sembilan keutamaan yang dimiliki sholat tahajud. 5 keutamaan
dapat dirasakan ketika hidup di dunia dan 4 keutamaan lainnya menjadi bekal
saat manusia meninggal.
Berikut 5 Keutamaan Sholat Tahajud di Dunia, yaitu:
1) Allah akan memlihara dari segala bencana dan bala (Cobaan)
2) Wajahnya akan tampak bersinar sebagai tanda ketaatanya
3) Akan dicintai manusia dan hamba allah
4) Lidahnya memiliki kemampuan mengucapkan kata yang mengandung hikmah
5) Akan diberi kelebihan menjadi orang yang bijaksana yaitu diberikan
pemahaman tentang ilmu agama.
Berikut 4 Keutamaan Sholat Tahajud di Akhirat, yaitu:
1) Wajahnya akan tampak berseri saat bangkit dari alam kubur pada hari
pembalasan nanti
2) Akan memperoleh keringanan waktu dihisab
3) Saat menyeberang Shirothol Mustaqiim dapat melakukan dengan cepat secepat
kilat (halilintar)
4) Semua catatan amal perbuatannya di dunia akan diberikan ditangan kanannya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
ينزل ربّنا تبارك وتعالىٰ كلّ ليلة إلى السّماء الدّنيا حين يبقى ثلث
الّيل الاَخر يقول من يدعوني فأستجيب له يسألني فأطيه من يستغفروني فأغفرله
Artinya:
“Tuhan
kita yang Maha Memberkahi lagi Maha Tinggi setiap malam turun ke langit dunia
pada sepertiga malam yang terakhir. Dia berfirman, ‘Barangsiapa yang berdoa
kepada-Ku pasti Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon kepada-Ku pasti Aku
berikan permohonannya. Dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku pasti Aku
mengampuninya.” (HR. Bukhari dan Muslim)[6]
Dari Amr bin Abasyah, ia berkata,
أقرب ما يكون الرّبّ من العبد في جوفي الّيل الأخر فإن استطعت أن تكون
ممن يذكر اللّه في تلك السّاعةفكن
Artinya:
“Rasulullah
SAW bersabda: “Sedekat-dekatnya Tuhan dengan seorang hamba ialah pada waktu
separuh malam yang terakhir. Maka jika kamu dapat termasuk orang yang berdzikir
kepada Allah pada saat itu, maka usahakanlah.” (HR. Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata. Rasulullah SAW bersabda “Semoga
Allah merahmati seseorang yang bangun tengah malam untuk shalat, kemudian ia
membangunkan isterinya untuk diajak shalat, dan ketika si isteri tidak mau, ia
memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang
bangun tengah malam untuk shalat, kemudian membangunkan suaminya untuk diajak
shalat, dan jika suami tidak mau ia memercikkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Daud
dan An-Nasai)
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya ayahnya, Umar bin Khattab RA biasa
shalat tengah malam cukup lama, hingga ketika tiba akhir malam, ia membangunkan
isterinya untuk shalat, kemudian ia membaca ayat,
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷É9sÜô¹$#ur $pkön=tæ ( w y7è=t«ó¡nS $]%øÍ ( ß`øtªU y7è%ãötR 3 èpt6É)»yèø9$#ur 3uqø)G=Ï9 ÇÊÌËÈ
Artinya:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu,
kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa.” (QS. Taha: 132)
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Amal yang paling disukai oleh Allah ialah
yang paling terus-menerus (Istiqamah) walaupun sedikit”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dari Anas, ia berkata, Rasulullah
SAW bersabda ”Hendaknya shalah seorang dari kamu shalat dengan penuh semangat,
apabila lelah hendaklah ia duduk.” (HR. Bukhari dan Muslim) [7]
Dari beberapa Hadits Rasulullah SAW
yang telah dipaparkan tersebut, dapat diketahui dengan jelas bahwa Shalat
Qiyamullail atau lebih sering dikenal dengan sebutan Shalat Tahajjud sangat
dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
RA, bahwa apabila seorang istri tidak bangun malam untuk melaksanakan shalat
Tahajjud hendaklah sang suami dari istri tersebut memercikkan sedikit air ke
wajahnya untuk membangunkannya, begitupun sebaliknya seorang istri hendaklah
membangunkan suaminya jika masih juga belum bangun maka boleh dengan cara
memercikkan air padanya.
Hal tersebutlah yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW mengenang betapa pentingnya apabila seseorang hendak bangun
malam dan melaksanakan shalat Tahajjud yang minimalnya dua rakaat kemudian
orang tersebut berdo’a kepada Allah SWT, maka insyaallah Allah akan
mengabulkannya. Sebab Allah SWT turun ke langit dunia yakni ke Bumi pada
sepertiga malam terakhir dan akan mengabulkan permintaan seorang hamba jika ia
berdo’a dan memohonkan ampunan padaNya malam itu. Sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA.
d. Shalat
Hajat
(1)
Pengertian Shalat Hajat
Shalat
hajat artinya kebutuhan atau keprluan, shalat sunnah hajat itu dikerjakan
apabila kita mempunyai sesuatu hajat keperluan, baik hajat kepada allah swt.
maupun hajat kepada sesama manusia, atau dalam
maslaah urusan duniawi maupun ukhrawiyah. Agar hajat dikabulkan Allah swt. Maka banyak
cara yang dilakukan diantaranya adalah berdoa dan shalat. Shalat secara bahasa
adalah doa, dengan demikian akan lebih sempurna jika kita memakai dengan
demikianlah akan lebih sempurna jika kita memakai dengan mengerjakan shalat
disebut dengan shalat hajat, agar hajat dan keinginannya terkabul.
Mengenai waku
shalat hajat tidak ada ketentuan yang pasti boleh dilakukan pada siang hari
maupun malam hari, asal tidak dikerjakan pada waktu yang terlarang, akan tetapai
waktu yang lebih utama menjalankan shalat hajat ini ialah pada malam hari. Yang biasa dikerjakan
sedikitnya dua rakaat dan paling banyak dua belas rakaat. Surat yang dibaca
adalah ayat kursi dan surat al-ikhlas.[8]
Adapun jumlah rakaatnya mulai dari 2
rakaat sampai 12 rakaat,dan setiap 2 rakaat salam, sedangkan waktu
pelaksanaanya boleh siang ataupun malam hari, asal bukan waktu-waktu yang
terlarang. Akan tetapi waktu yang
terbaik adalah sepertiga malam yang terakhir atau setiap selesai
sholat fardhu.
Jadi pelaksanaan shalat
hajat itu bebas dilaksanakannya, mau di siang hari ataupun pada malam hari
juga. Namun alangkah lebih baiknya atau lebih afdholnya shalat hajat
dilaksanakan di sepertiga malam yakni antara pukul 01.00 WIB sampai menjelang
waktu shubuh atau setiap telah selesai melaksanakan shalat fardhu.
(2)
Bacaan
Niat Shalat Hajat
أُصَلِّي سُنَّةَ الحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعاَلَى
“Ushollii
sunnatal haajati rok’aataini lillaahi ta’aala.”
Artinya:
“Aku berniat salat hajat sunah hajat dua rakaat karena Allah
Ta’ala.”
(3)
Manfaat
Shalat Hajat
Secara umum, manfaat sholat hajat ada dua macam, yaitu sebagai berikut.
1) Manfaat lahir
Yaitu manfaat yang
tampak atau dirasakan secara fisik. Contohnya, seseorang yang berhajat atau
memohon kepada Allah agar bisa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sementara,
ia tau sangat tipis harapan untuk dapat mencapai hajat tersebut dengan
kemampuannya yang terbatas di tengah ribuan pelamar lainnya.Kemudian, ia
melaksanakan sholat Hajat dengan penuh keyakinan. Allah mengabulkan hajatnya,
pun ia diterima sebagai salah satu PNS. Ini merupakan manfaat lahir yang sangat
mungkin akan dirasakan oleh hamba yang mengamalkan sholat sunnah hajat.
2) Manfaat batin
Manfaat batin yaitu manfaat yang tidak tampak dan hanya dirasakan oleh
hati. Manfaat sholat hajat tidak selalu dirasakan secara lahir, akan tetapi
yang utama justru manfaat yang dirasakan oleh bantin kita. Diantaranya yaitu:
·
Rasa tenang dan
keyakinan yang kuat akan pertolongan Allah.
·
Lebih siap menerima apa
pun jawaban Allah atas setiap doa-doa kita.
·
Semakin yakin akan
pertolongan Allah.
·
Terkadang, hajat kita
tidak dikabulkan Allah dalam bentuk yang kita inginkan. Contohnya, ketika kita
memohon rezeki yang berlimpah, Allah justru menjawabnya dengan rezeki dalam
bentuk lain seperti kesehatan, kebahagiaan, ketenangan, dan lain sebagainya.
e.
Shalat
Duha
(1)
Pengertian
Shalat Duha
Shalat dhuha
adalah shalat sunnah yang dilakukan pada pagi hari di saat matahari sedang
naik. Shalat dhuha ini mempunyai kedudukan dan keutamaan yang tinggi sehingga
imam Syaukani berkata dalam menerangkan suatu hadis bahwa dua rakaat shalat
dhuha dapat menggantikan 360 kali sedekah. Oleh sebab itu betapa keras syariat
menganjurkan untuk mengamalkan secara terus menerus dan istiqamah.
(2)
Bacaan
Niat Shalat Duha
أُصَلِّي سُنَّةَ الضُحَي رَكْعَتَين ِللهِ تَعَاليَ
“Usolli Sunnatadh
Dhuhaa Rok’ataini Lillahi Ta’aala”
Artinya:
“Aku niat shalat sunat Duha dua rakaat karena Allah ta’ala.”
(3) Keutamaan Shalat Duha
Keutamaan shalat dhuha sangat tinggi sehingga nabi Muhammad SAW
mengatakan para nabi, para shalihin, para shadiqin, dan para tawabi. Dari abu
hurairah Nabi muhammad saw bersabda:
“ Barang siapa yang dapat mengamalkan shalat dhuha dengan langgeng,
akan diampuni, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan” (HR. Tirmudzi)
Bilangan rakaat
dalam shalat dhuha sedikitnya ialah dua rakaat dan banyaknya yang dikerjakan Rasulullah
saw. adalah delapan rakaat, sedangkan menurut madzhab lain melakukan dengan dua
belas rakaat. Dengan membaca surat Asy-Syamsyi dan Ad-Dhuha.[9]
Sesuai dengan
Hadits diatas, manusia seringkali melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh Allah SWT dan manusia tidak pernah luput dari dosa karena manusia itu
“Al-insaanu Mahhallul Khothooi Wannisyaan” yang artinya manusia tidak pernah
luput dari salah dan lupa. Oleh karena itu Rasulullah SAW menganjurkan kepada
umatnya untuk melaksanakan shalat Duha. Sebab orang yang melaksanakan shalat
Duha Allah SWT akan mengampuni dosa hambanya meskipun sebuih lautan sekalipun.
Maka dari itu mengapa Rasulullah SAW selalu mendawamkan shalat Duha, sekalipun
beliau adalah makhluk yang tak pernah berbuat dosa dan telah dima’sum oleh
Allah SWT dari setiap perbuatannya. Apalagi kita sebagai umat manusia yang
berlumuran dosa dan bahkan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itulah umat
Islam dianjurkan untuk melaksanakan dan mendawamkan shalat Duha, selain dapat
mengampuni dosa shalat sunnat juga dapat menyempurnakan shalat fardhu.
f. Shalat Tahiyyatul Masjid
(1) Pengertian Shalat Tahiyyatul Masjid
Shalat Tahiyyatul Masjid ialah shalat sunnat yang dikerjakan oleh jema’ah
yang sedang masuk ke mesjid, baik pada hari Jumat maupun lainnya, baik di waktu
malam maupun siang.[10]
Shalat tahiyatul masjid adalah shalat 2 rakaat yang dikerjakan ketika
masuk ke masjid, sebagai suatu bentuk penghormatan kepada mesjid. Hal ini
sesuai dengan makna yang terkandung dalam kata ”Tahiyyatul Masjid” yaitu
“penghormatan terhadap masjid”.
(2) Bacaan Niat Shalat Tahiyyatul Mesjid
أُصَلِّي سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعَالى
Usholli Sunnata Tahiyyatil Masjidi Rak’ataini Lillahi Ta’aala
Artinya:
“Saya berniat shalat tahiyat masjid dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
Orang yang masuk ke mesjid di kala khatib sedang
berkhutbah, hendaklah shalat Tahiyyatul Mesjid dilakukan dengan ringan, artinya
tidak terlalu lama, untuk segera dapat mendengarkan khutbah.
Adapun bacaan Doa waktu berangkat dari rumah ke mesjid
adalah,
أللٰهمّ اجعل في قلبي نورا وفي بصري نورا وفي سمعي نورا وعن يميني نورا وخلفي
نورا وفي عصبي نورا وفي لحمي نورا وفي دمي نورا وفي شعري نورا وفي بشري نورا. (
رواه البخارى ومسلم )
Artinya:
“Ya Allah Tuhan kami, berilah aku penyuluh/cahaya dalam hatiku.
Curahkanlah cahaya dalam pandanganku, Curahkanlah cahaya dalam pendengaranku,
Curahkanlah cahaya di sisi kananku, Curahkanlah cahaya di belkangku,
Curahkanlah cahaya di dalam saraf-sarafku, Curahkanlah cahaya cahaya di dalam
daging-dagingku, Curahkanlah cahaya di dalam rambuyku, dan Curahkanlah cahaya
cahaya di dalam kulitku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan Doa
ketika sedang masuk Mesjid adalah,
أللٰهمّ اغفرلي
ذنوبي وافتح لي ابواب رحمتك
Artinya:
“Ya Allah Tuhan
kami, ampunilah dosa-dosa kami, bukakanlah pintu-pintu rahmat dan restuMu”
Kemudian Doa
ketika keluar Mesjid,
أللٰهمّ
اغفرلي ذنوبي وافتح لي ابواب فضلك. أللٰهمّ اعصمني من الشيطان الرّجيم
Artinya:
“Ya Allah Tuhan
kami, ampunilah dosa-dosa kami, bukakanlah pintu-pintu kemurahanMu. YaAllah,
kami mohon berlindung dari godaan setan yang terkutuk.”[11]
g. Shalat Muthlaq
(1) Pengertian Shalat Muthlaq
Shalat Muthlaq ialah shalat sunnah yang boleh di kerjakan pada waktu kapan
saja, kecuali pada waktu yang terlarang untuk mengerjakan shalat shalat sunnah.
Shalat Muthlaq yakni shalat sunnah yang tidak bersebab, bukan karena masuk
ke mesjid, bukan karena shalat Qabliyah maupun Ba’diyah shalat fardhu dan lain
sebagainya. Shalat ini semata-mata shalat Muthlaq, kapan dan dimana saja dapat
dikerjakan asalkan bukan pada waktu yang haram.[12]
Jadi, shalat muthlaq dilakukan pada waktu, situasi dan kondisi apapun
kecuali dilakukan pada saat-saat yang diharamkan untuk melaksanakan shalat
sunnah. Adapun waktu-waktu yang diharamkan untuk melaksanakan shalat sunnah
diantaranya:
1) Pada saat matahari terbit, sehingga naik satu tombak/lembing
2) Ketika matahari tepat di puncak ketinggiannya hingga tergelincirnya.
Kecuali pada hari Jumat ketika orang masuk ke mesjid untuk mengerjakan shalat
Tahiyyatul Masjid.
3) Setelah shalat Ashar sampai terbenam matahari
4) Setelah shalat Shubuh hingga terbit matahari agak tinggi
5) Ketika matahari terbenam sampai sempurna terbenamnya.
(2) Bacaan Niat Shalat Muthlaq
v Bacaan Niat Shalat Mutlak 1 Rakaat :
أصلّي سنّة الرّكعة للّٰه تعلى
Usholli Rok’atan Sunnatal Lillahi Ta’aala
Artinya :
“Aku niat shalat 1 rakaat sunnat karena Allah
Ta’aala”.
v Bacaan Niat Shalat Mutlak 2 Rakaat :
أصلّي سنّة الرّكعتين للّٰه تعلى
Usholli Rok’ataini Sunnatal Lillahi Ta’aala
artinya :
”Aku niat shalat 2 rakaat sunnat karena Allah
Ta’aala”.
h. Shalat Awwabin
(1) Pengertian Shalat Awwabin
Shalat Awwabin adalah shalat sunnah yang dikerjakan antara maghrib dan
isya’. Waktu antara maghrib dan Isya ini biasanya diabaikan orang. Oleh
karena itu kita diperintahkan untuk kembali kepada Allah (“awwabiin“) pada saat
orang-orang lalai, dengan cara menghidupkan waktu antara maghrib dan isya, baik
melalui shalat, dzikir, membaca tasbih, tahlil, tahmid, tamjid dan membaca
al-quran.
Shalat sunnat awwabin sebaiknya dikerjakan setelah selesai dzikir
shalat maghrib, dan setelah shalat ba’diyah naghrib serta belum diselingi oleh
ucapan atau perkataan lainnya.Sholat ini tidak disunnahkan berjamaah.
Adapun jumlah rakaatnya paling sedikit 2 rakaat, dan boleh dikerjakan
sampai 6 rakaat atau 20 rakaat.
(2) Bacaan Niat Shalat Awwabin
أصلّي سنّة الأوّابين ركعتين للّٰه تعلى
Usholli Sunnatal Awwabiina Rak’ataini Lillaahi
Ta’aalaa.
Artinya:
”Aku niat shalat Awwabin 2 rakaat sunnat karena Allah
Ta’aala”.
i.
Shalat Wudlu
(1) Pengertian Shalat Wudlu
Shalat wudu ialah shalat sunnat yang dilaksanakan setelah melaksanakan
wudlu, yang kemudian shalat dua rakaat setelahnya.
(2) Bacaan Niat Shalat Wudlu
أصلّي سنّة الوضوء ركعتين للّٰه تعلى
Ushalli Sunnatal
Wudhuui rok’ataini lillaahi ta’aala.
Artinya:
“Aku niat Salat wudlu
dua rakaat karena Allah Ta’ala”
j.
Shalat Tasbih
(1) Pengertian Shalat Tasbih
Shalat Sunnah Tasbih adalah shalat yang sebagaimana diajarkan oleh
Rasulullah SAW kepada mamaknya Sayyidina Abbas Ibn Abdul Muthalib.
Shalat Tasbih ini dianjurkan mengamalkannya, kalau bisa tiap-tiap
malam, kalu tidak bisa tiap malam, maka sekali seminggu, kalu juga tak sanggup
sekali seminggu, dapat juga dilakukan sebulan sekali atau setahun sekali, dan
kalau tak bisa sekali setahun, setidak-tidaknya sekali seumur hidup.
Ø Jika dikerjakan pada siang hari , hendaklah dikerjakan 4 rakaat
dengan satu salam.
Ø Jika dikerjakan pada malam hari,hendaklah empat rakaat itu
dijadikan dua salam.
Shalat ini
disebut shalat Tasbih, karena didalamnya dibacakan tasbih sehingga dalam 4
rakaat itu berjumlah 300 tasbih.[13]
Adapun surat yang
dibaca yakni Surah At-Takatsur, Al-‘Ashr. Al-Kaafirun, dan Al-Ikhlash.
Bacaan tasbih :
سبحان اللّٰه والحمد
للّٰه ولا الٰه الاّاللّٰه واللّٰه اكبر ولا حول ولا قوّة الاّ بااللّٰه العليّ
العظيم
“ Subhanallahi,
walhamdulillahi, wa la-ilaahaillaallahi, waallahu akbaru, wa laa haula walaa
quwwata illa billahi al ‘aliyyil ‘adziimi ”
Adapun membaca tasbih dilakukan setelah selesai:
1. Membaca surat :15 kali
2. Rukuk :10 kali
3. I’tidal :10 kali
4. Sujud
pertama :10 kali
5. Duduk diantara dua
sujud :10 kali
6. Sujud
kedua
:10 kali +
Jumlah tasbis 75x4
:300 kali
(2) Bacaan Niat Shalat Tasbih
v Niat Shalat Tasbih Duia rakaat
أصلّي سنّة التّسبيح ركعتين للّٰه تعلى
Ushalli Sunnatal Wudhuui rok’ataini lillaahi ta’aala.
Artinya:
“Aku niat Salat wudlu dua rakaat karena Allah Ta’ala”
v Niat Shalat Tasbih Empat Rakaat
أصلّي سنّة التّسبيح أربع ركعات للّٰه تعلى
Ushalli Sunnatal Wudhuui rok’ataini lillaahi ta’aala.
Artinya:
“Aku niat Salat wudlu dua rakaat karena Allah Ta’ala”
k. Shalat Taubat
(1) Pengertian Shalat Taubat
Shalat
sunnat taubat adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah seseorang melakukan
dosa atau merasa berbuat dosa lalu bertaubat kepada Allah swt. Shalat taubat
(tobat) termasuk dari shalat sunnah mutlak yang dapat dilaksanakan kapan saja.
Siang dan malam. Kecuali waktu yang dilarang melakukan shalat sunnah.
Bertaubat
dari suatu dosa artinya ia menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya, dan
berniat tidak akan melakukannya lagi disertai permohonan kepada Allah SWT.[14]
(2) Bacaan
Niat Shalat Taubat
أصلي سنة التوبة ركعتين لله
تعالي
Usholli Sunnatal Taubati Rok’ataini Lillaahi
Ta’aalaa
Artinya:
“Saya niat shalat sunnah taubat dua rakaat karena Allah ta’ala.”
l.
Shalat Witir
(1) Pengertian Shalat Witir
Shalat Witir merupakan shalat sunnat yang biasanya dirangkaikan dengan
shalat Tarawih. Yakni setelah selesai melaksanakan shalat Tarawih langsung
disambung dengan melaksanakan shalat Witir.
(2) Bacaan Niat Shalat Witir
v Shalat Witir Satu Rakaat
اصلّي سنّةالوتر ركعة للّٰه تعالى
Ushalli Sunnatal Witri rok’atan lillaahi ta’aala.
Artinya:
“Aku niat Salat witir satu rakaat karena Allah Ta’ala”
v Shalat Witir Dua rakaat
اصلّي سنّةالوتر ركعتين للّٰه تعالى
Ushalli Sunnatal Witri rok’ataini lillaahi ta’aala.
Artinya:
“Aku niat Salat witir dua rakaat karena Allah Ta’ala”
2.
Shalat Sunnah Berjamaah
Shalat sunah
berjama’ah adalah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama, salah satu
menjadi imam dan yang lain menjadi makmum dengan syarat yang telah ditentukan.
Selain shalat-shalat sunnah munfarid diatas,
terdapat juga shalat-shalat sunnat yang dilakukan secara bersama-sama atau
bejama’ah, antara lain sebagai berikut.
a. Shalat Tarawih
(1) Pengertian Shalat Tarawih
Shalat sunnah
tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari, pada bulan
ramadhan. Waktunya setelah melaksanakan shalat isya’ sampai menjelang subuh.
Rasulullah saw
memberitahukan bahwa barang siapa yang melakukannya demi mengharapkan keridhaan
Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Shalat
tarawih itu hukumnya sunnah Muakkad bagi kaum laki-laki dan perempuan, dan
sebaiknya dilaksanakan secara berjamaah.
Ada perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat shalat Tarawih di kalangan umat Islam. Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak
penting dan tidak perlu diperdebatkan. Hal yang
penting adalah bagaimana shalat Tarawih tetap dilaksanakan
umat Islam. Perbedaan yang dimaksud sebagai berikut :
1) Delapan
rakaat ditambah Witir
Pendapat ini
diambil dari keterangan bahwa Rasulullah s.a.w shalat Tarawih bersama
para sahabat di masjid tiga kali selama hidupnya. Sesudah itu beliau tidak melakukan lagi secara berjamaah di masjid tetapi
melaksanakannya di rumah. Rasulullah s.a.w
khawatir apabila suatu saat nanti shalat tarawih dianggap
ibadah wajib. Jumlah rakaat yang dilakukan bersama sahabat di masjid
tersebut adalah delapan rakaat ditambah Witir. Keterangaan ini berdasarkan pada hadits berikut :
صَلَّى
بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ اَوْتَرَ (اخرجه ابن حبان)
عَنْ جَابِرٍ اَنَّهُ
Artinya :
“Diriwayatkan dari Jabir
sesungguhnya Rasulullah s.a.w shalat bersama-sama
mereka delapan rakaat kemudian beliau shalat witir”. (HR. Ibnu
Hibban)
2) Dua puluh
rakaat ditambah Witir
Mengenai
jumlah rakaat shalat tarawih yang 20 rakaat dilanjutkan dengan witir dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan diikuti oleh
para sahabat yang lain. Tentang jumlah rakaat yang
dilakukan oleh Umar bin Khattab ini tidak pernah
dipermasalahkan oleh para sahabat saat itu. Jadi, sampai sekarang pun umat Islam ada yang mengikutinya.
3) Tiga puluh
enam rakaat ditambah Witir
Mengenai
jumlah rakaat shalat tarawih 36 rakaat dilanjutkan dengan witir dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang merupakan
salah satu Khalifah Bani Umayyah.
Dari
ketiga pendapat di atas menunjukkan bahwa perbedaan rakaat dalam pelaksanaan shalat tarawih di kalangan umat merupakan
sesuatu yang tidak perlu dipermasalahkan. Apalagi
sampai terjadi pertikaian hanya karena perbedaan ini. Padahal
sejak dahulu perbedaan ini telah ada dan tidak timbul masalah. Yang terpenting adalah umat Islam dapat melaksanakan shalat
tarawih dengan baik. Sedangkan berapa jumlah rakaatnya
terserah kepada masing-masing sesuai dengan
pengetahuan dan keyakinannya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT di bulan Ramadhan yang penuh berkah.
(2)
Bacaan
Niat Shalat Tarawih
اُصَلّي سُنَّةَ ااتَّرَاوِيهِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰي
“Ushalli
Sunnatal Tarawiihi Rak’ataini Lillaahi Ta’aala”
Artinya:
“
Niat aku shalat tarawih dua rakaat karena Allah ta’ala.”
(3)
Keutamaan
Shalat Tarawih
Adapun
Keutamaan salat malam di bulan Ramadhan yakni, Dari Abu Hurairah ra.
Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda,
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا
وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخارى ومسلم)
“Barang siapa
yang melakukan qiyam Ramadan karena iman dan mengharap ridhaa alloh semata,
niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim) [15]
b.
Shalat ‘Idain (Hari raya Idul Fitri dan Idul
Adha)
(1)
Pengertian Shalat ‘Idain
Shalat ‘idain ialah dua shalat sunnah hari
raya, yakni hari raya ‘idul fitri dan hari raya ‘idul adha yang dilaksanakan
pada tanggal 1 Syawwal (hari raya idul fitri) dan tanggal 10 Dzulhijjah (hari
raya idul adha).
Shalat ‘id disyari’atkan pada tahun kedua
hijriyah, shalat ‘id adalah shalat sunnah muakkad yang selalu dilakukan oleh
Nabi Muhammad Saw. Ada sebagian ahli fiqih yang mengatakan, shalat ‘id itu
hukumnya wajib, dan sebagian yang lain mengatakan shalat id hukumnya wajib ain.
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan sebelum
shalat ‘id antara lain :
1) Pada hari raya disunnahkan mandi, dan
berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya dan menggunakan
wangi-wangian yang dimilikinya.
2) Disunnahkan makan sebelum pergi shalat pada
hari raya ‘idul fitri , tetapi pada hari raya ‘Idul Adha disunnahkan tidak
makan kecuali setelah shalat.
3) Pergi untuk mengerjakan shalat dan
pulangnya dari shalat hendaknya mengambil jalan yang berlainan.
4) Takbiran.
Pada hari raya ‘idul Fitri dan ‘Idul Adha
disunnahkan membaca takbir luar shalat dan waktunya pada hari raya Idu fitri,
takbir dimulai dari terbenamnya matahari hingga Imam berdiri untuk mengerjakan
shalat hari raya dan pada hari raya ‘idul Adha, takbir dimulai dari shubuh pada
hari ‘Arafag (Tanggal 9 Dzulhijjah) dan pada tiap-tiap shalat fardhu yang lima
waktu pada hari-hari tanggal tersebut.[16]
Adapun Hal-hal yang disunnahkan pada saat
hari raya ied antara lain:
1) Memperbanyak Takbir. Pada hari raya ‘Idul Fitri disunahkan memperbanyak
takbir dimulai sejak terbenamnya matahari dan berakhir ketika imam memulai
shalat ‘id. Sedangkan pada hari ‘Idul Adha disunahkan memperbanyak takbir
setiap selesai mengerjakan shalat fardlu, shalat rawatib, shalat sunah mutlak,
dan shalat janazah. dan berakhir sampai waktu Ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Bacaan
takbir yang dimaksud adalah:
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ
أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ، وَاللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ
اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كبيراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً،
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهْ،
صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ
وَحْدَهُ، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَِللهِ
الْحَمْدُ.
2) Mandi dengan niat untuk melaksanakan shalat hari raya:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ
لِعِيْدِ الْفِطْرِ / اْلأَضْحٰى سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
3) Berangkat pagi-pagi, kecuali bagi imam disunahkan berangkat ketika shalat hendak
dilaksanakan.
4) Berhias diri dengan memakai wangi-wangian, pakaian yang bagus, memotong
kuku, serta menghilangkan bau yang tidak sedap.
5) Menempuh jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.
6) Makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat ‘Idul Fitri, sedangkan pada
‘Idul Adha, sunah melakukan shalat terlebih dahulu.
7) Tahniah (ungkapan suka cita) atas datangnya hari raya disertai dengan
berjabat tangan. Seperti lafadh:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْك
8) Menjawab ucapan suka cita (tahni’ah) dengan bacaan:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنْكُمْ، أَحْيَاكُمُ اللهُ ِلأَمْثَالِهِ، كُلَّ عَامٍ
وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ.
Waktu shalat ‘idil fitri maupun shalat
‘idil adha itu dimulai sejak posisi matahari naik kira-kira setinggi 3 meter
hingga matahari mulai condong ke arah Barat, untuk shalat ‘idul fitri sebaiknya
ditangguhkan sebentar, untuk memberi kesempatan waktu kepada orang yang belum
sempat mengeluarkan kewajiban zakat fitrah untuk segera mengeluarkannya sebelum
berangkat shalat, sebaiknya untuk shalat ‘idul adha justru dipercepat sebentar,
supaya kaum muslimin bisa segera mengurus hewan kurban mereka untuk disembelih
setelah shalat ‘id.
Dalam shalat ‘idul fitri maupun ‘idul adha
tidak ada adzan dan juga tidak ada iqamat, dan juga tidak ada shalat sunnah
sebelum dan juga sesudahnya.
Shalat ‘id itu dilaksanakan sebanyak dua
rakaat, sama seperti shalat jum’at, imam membaca bacaannya dengan suara keras.
Pada rakaat pertama sesudah melakukan takbiratul ihram ia membaca takbir
sebanyak tujuh kali. Ada sebagian ulama yang mengatakan, tujuh kali itu sudah
termasuk takbiratul ihram. Lalu pada rakaat yang kedua setelah takbir qiyam
(berdiri), kembali ia membaca takbir sebanyak lima kali. Ada sebagian ulama
yang mengatakan, lima kali itu sudah termasuk takbir qiyam, setiap kali takbir
sebaiknya sambil mengangkat tangan. Jika takbir tersebut dibaca kurang atau
lebih hal itu tidak apa-apa, bahkan sekalipun imam lupa sehingga sma sekali
tidak membaca takbir shalatnya tetap sah, dan tidak harus sujud sahwi, tetapi
sebagian ulama ada yang mengatakan harus sujud sahwi jika ia tidak membaca
takbir dalam rakaat pertama maupun rakaat kedua apalagi dalam kedua-duanya.[17]
(2) Bacaan Niat Shalat ‘Id
v Shalat ‘Idul Fitri
اُصَلّي سُنَّةَ لِعِيدِ الفِطْرِ
رَكْعَتَينِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
“Usholli
Sunnata Li’iidil Fithri Rak’ataini
Lillahi Ta’aala”
Artinya:
“Niat aku
shalat sunnat ‘Idul Fithri dua rakaat karena Allah ta’ala”
v
Shalat ‘Idul Adha
اُصَلّي سُنَّةَ لِعِيدِ الْأَضْحٰى
رَكْعَتَينِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
“Usholli
Sunnata Li’iidil Adhaa Rak’ataini
Lillahi Ta’aala”
Artinya:
“Niat aku
shalat sunnat ‘Idul Adha dua rakaat karena Allah ta’ala”
c.
Shalat Dua Gerhana (Kusufain)
(1)
Pengertian Shalat Dua Gerhana (Kusufain)
Shalat Kusufain adalah Shalat dua Gerhana, yakni shalat gerhana
matahari dan gerhana bulan.
Jadi Shalat Gerhana adalah shalat sunnat 2 rakaat yang dikerjakan ketika
terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan.Bila terjadi Matahari maka shalat
yang dikerjakan disebut Shalat Kusuf. Dan bila terjadi gerhana bulan maka
sholat yang dikerjakan disdebut dengan Shalat Khusuf.
Shalat 2 Gerhana ini disebut juga shalat Kusufain, dan di sunnahkan di
dalam masjid, tanpa harus diawali dengan adzan dan iqamat, Hanya panggilan
“Al-Shalatul Jami’ah.”[18]
Shalat gerhana pertama kali dilakukan sewaktu Ibrahim, anak laki-laki
Rasulullah, wafat.
Dan kebetulan, meninggalnya Ibrahim bersamaan dengan fenomena alam gerhana
matahari. Hari itu adalah hari yang menyedihkan untuk Rasulullah Muhammad SAW,
sehingga beliau berdoa pada Allah sewaktu matahari-bulan-bumi berada persis
pada satu garis edar.
Rasulullah waktu itu bersabda bahwa dua gerhana (matahari dan bulan) dan
kematian orang yang dicintai, adalah tanda kekuasaan Allah. Jadi beliau waktu
itu memerintahkan umatnya untuk melakukan shalat setiap kali terjadi gerhana,
sebagai wujud ketundukkan manusia pada kebesaran Tuhan.
Waktu shalat ini dimulai dari terjadinya gerhana matahari atau bulan sampai
selesai.
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari, ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari
pada hari kematian Ibrahim putera Rasulullah SAW, orang-orang mengatakan,
‘Matahari mengalami gerhana karena kematian Ibrahim.” Maka Nabi Muhammad SAW
bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya adalah tanda kekuasaan Allah SWT.
Tidak terjadi gerhana pada keduanya karena kematian maupun kelahiran siapapun.
Oleh karena itu apabila kalian melihatnya, segeralah berdzikir mengingat Allah
dan lakukanlah shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan kalimat “Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya
adalah tanda-tanda kekuasaan Allah” ialah, bahwa pada zaman Jahiliyah dulu
orang-orang sama mengira kalau terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan
itu akan menimbulan peristiwa perubahan di alam, seperti kematian, berbagai
macam bencana, dan lain sebagainya. Nabi Muhammad SAW lalu memberitahukan
kepada mereka bahwa hal itu tidak benar. Terjadinya gerhana matahari atau
gerhana bulan merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, supaya mereka
tahu bahwa matahari dan bulan adalah sama-sama makhluk yang ditundukkan Allah
dan tidak punya kekuasaan sama sekali terhadap makhluk-makhluk lainnya. Dan
ketika kedua makhluk Allah ini mengalami gerhana, beliau menyuruh untuk segera
berdzikir mengingat Allah dan menunaikan Shalat. Hal ini untuk membatalkan
omongan orang-orang bodoh yang menyembah keduanya, dan membuktikan bahwa hal
itu adalah dari Allah SWT.
Dari Abu Musa RA, ia berkata, “Terjadi gerhana matahari, seketika Nabi
Muhammad SAW berdiri karena takut akan terjadi kiamat. Ia lalu pergi ke mesjid
dan melakukan shalat dengan berdiri, rukuk, serta sujud cukup lama yang belum
pernah aku melihat belakukannya. Beliau bersabda, ini adalah tanda-tanda kiamat
yang diturunkan Allah yang bukan karena kematian dan kelahiran seseorang tetapi
karenanya Allah ingin membuat takut hamba-hamba-Nya. Maka apabila kamu melihat
sesuatu dari hal itu, segeralah berdzikir mengingat, berdoa, dan memohon
ampunan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslm)[19]
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat memberikan kesimpulan
pemahaman bahwa dilaksanakannya shalat gerhana tidak ada hubungannya dengan
wafatnya putra Rasulullah SAW yang bernama Ibrahim. Terlebih yang dikatakan
oleh masyarakat pada saat itu bahwa yang menyebabkan terjadinya gerhana
dikarenakan wafatnya putra Rasulullah SAW tersebut. Padahal hal tersebut tidak
ada kaitannya, hanya saja secara kebetulan terjadinya gerhana matahari
bersamaan dengan wafatnya Ibrahim putra Rasul.
Kemudian Rasulullah SAW pun memberitahukan kepada masyarakat bahwa
terjadinya gerhana matahari tersebut tidak ada hubungannya dengan meninggalnya Ibrahim,
kejadian tersebut merupakan tanda-tanda dari sebagian kekuasaan Allah SWT. Oleh
sebab itu, apabila seseorang melihat gerhana matahari atau bulan Rasulullah SAW
memerintahkan kepada mereka untuk melaksanakan shalat Khusuf atau shalat
gerhana sebagai wujud ketundukan manusia terhadap kekuasaan dan keagungan Allah
SWT.
(2) Bacaan Niat Shalat Gerhana
v Baca’an niat shalat gerhana matahari
اُصَلّي سُنّة الكُشُوفِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰي
“Usholli Sunnatal Kusuufi Rak’ataini (Imaaman/Makmuuman) Lillahi Ta’aala”
Artinya:
“Niat aku
shalat sunnat Gerhana matahari dua rakaat karena Allah ta’ala”
v Bacaan niat shalat gerhana Bulan
اُصَلِّي سُنَّةَ الخُشُوفِ رَكْعَتَيْنِ
لِلّٰهِ تَعَالٰي
“Usholli Sunnatal Khusuufi
Rak’ataini(Imaaman/Makmuuman) Lillaahi Ta’aala.”
Artinya:
“Niat aku
shalat sunnat Gerhana bulan dua rakaat karena Allah ta’ala”[20]
d.
Shalat Istisqa
(1)
Pengertian Shalat Istisqa
Shalat Sunnah Istisqa adalah shalat sunnah untuk memohon hujan dan
disunnahkan bagi orang-orang yang muqim atau musafir, dikala sangat
menghajatkan atau menginginkan air karena tidak ada hujan atau keputusan air
dari sumbernya.
Sebelum
melaksanakan salat, dianjurkan kepada jamaah untuk bertobat dan berpuasa empat
hari berturut-turut. Seperti hadis nabi berikut ini :
عَنْ عُبَّادِيْنِ
تَمِيْمٍ عَنْ عَمِّهِ قَالَ خَرَجَ النَّبِيُّ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْتَسْقِىْ وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ *رواه البخارى
Artinya :
Dari ‘Abbad bin Tamim r.a., dari pamannya, katanya
:”Nabi saw.pernah keluar untuk solat istisqa’(salat minta hujan, dengan memakai
baju terbalik”. (H.R. Bukhori).
Adapun Pelaksanaan
Khuthbah Shalat sunnah Istisqa antara lain:
Ø Khatib disunnahkan memakai selendang
Ø Khutbahnya berisi anjuran supaya beristighfar dan merendahkan diri kepada
Allah serta berkeyakinan, bahwa Allah SWT akan mengabulkannya, yakni akan
menurunkan hujan.
Ø Ketika berdo’a hendaknya mengangkat kedua tangan lebih tinggi hingga terbuka antara lengan dan badannya.
Ø Pada Khutbah yang kedua, dikala berdoaa hendaknya Khatib menghadap
ke Qiblat artinya membelakangi makmum dan bersama-sama semuanya berdoa terus.
Dalam berdoa hendaknya khatib berdoa dengan suara yang lemah atau lembut
menurut tekanan irama memohon. Manakala khatib berdoa dengan suara nyaring,
makmumnya pun dianjurkan mengikuti doanya dengan suara nyaring pula.
Ø Ketika mengghadap qiblat, khatib hendaknya merubah selendangnya
yang kanan ke kiri dan yang diatas kebawah.[21]
Selain itu ada pula
adab yang dilakukan sebelum melaksanakan Shalat Istisqa adalah seorang imam
hendaknya memerintahkan masyarakat untuk:
Ø Berpuasa 4 hari berturut-turut, karena doa orang puasa tak akan ditolak
Ø Menjauhkan dari kedzaliman dan taubat dari kemaksiatan, karena inilah yang
menjadi penyebab tertahannya air dari langit
Ø Banyak berbuat baik dan bersedekah, karena hal ini akan memperbesar
kemungkinan doa diterima.
Ø Pada hari ke empat keluar menuju tempat
sholat, dengan mengajak anak-anak, orang tua dan juga membawa binatang ternak,
dengan terlebih dahulu mandi, bersiwak, bersuci, dan mengenakan pakaian yang
sederhana serta tak memakai wangi-wangian.
(2)
Bacaan Niat Shalat Istisqa
أصلّي سنّة
الإستسقاء ركعتين للّٰه تعلى
“Ushalli sunnatal istikharah rak’ataini
lillaahi ta’alaa.”
Artinya:
“Aku niat shalat sunat istikharah dua
rakaat karena Allah ta’ala.”
C.
HUKUM
MELAKSANAKAN SHALAT SUNNAT DALAM ISLAM
1.
Hukum Melaksanakan Shalat Rawatib
Hukum
melaksanakan shalat Rawatib ialah Sunnah Muakkad yakni sunnah yang sangat
dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw, karena beliau juga sangat sering
melaksanakan Shalat Rawatib. Sebagaimana yang tercantum dalam beberapa hadits
Nabi mengenai shalat rawatib, antara lain:
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ
لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ
بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ
وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
Artinya:
“Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah
dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu
empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah
maghrib, dua rakaat setelah isya` dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR.
At-Tirmizi no. 379 dan An-Nasai no. 1772 dari Aisyah)
مَا مِنْ عَبْدٍ
مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا
غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
Artinya:
“Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah
ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan
Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.”
(HR. Muslim no. 728)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata:
حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ
وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ
Artinya:
“Aku menghafal sesuatu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berupa shalat sunnat sepuluh raka’at yaitu; dua raka’at sebelum shalat
zuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah shalat maghrib di rumah
beliau, dua raka’at sesudah shalat isya’ di rumah beliau, dan dua raka’at
sebelum shalat subuh.” (HR. Al-Bukhari no. 937, 1165, 1173, 1180 dan Muslim no.
729)
Dari Abdullah bin
Mughafal Al-Muzani dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ قَالَهَا ثَلَاثًا قَالَ فِي الثَّالِثَةِ
لِمَنْ شَاءَ
Artinya:
“Di antara setiap dua adzan (azan dan iqamah) itu ada
shalat (sunnah).” Beliau mengulanginya hingga tiga kali. Dan pada kali yang
ketiga beliau bersabda, “Bagi siapa saja yang mau mengerjakannya.” (HR.
Al-Bukhari no. 588 dan Muslim no. 1384)
رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا
Artinya:
“Semoga Allah merahmati seseorang yang mengerjakan
shalat (sunnah) empat raka’at sebelum Ashar.” (HR. Abu Daud no. 1271 dan
At-Tirmizi no. 430)
Dari Aisyah radhiallahu
‘Anha dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ
وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ
Artinya:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah
meninggalkan shalat sunnat empat rakaat sebelum zuhur dan dua rakaat sebelum
shalat subuh”. (HR. Al-Bukhari no. 1183)
مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا
حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
Artinya:
“Barangsiapa yang menjaga shalat qobliyah Zhuhur
sebanyak empat raka’at dan ba’diyah Zhuhur empat raka’at, maka Allah
mengharamkan baginya neraka.” (H.R. Imam Ahmad)
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ
بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan dua belas raka’at shalat
sunnah rawatib sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya suatu rumah di
surga.” Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dari Ummu Habibah. Dikeluarkan pula
oleh At Tirmidzi dengan sanad yang hasan dan ditambahkan dalam riwayat tersebut
shalat sunnah rawatib empat raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at setelah Zhuhur,
dua raka’at setelah Maghrib, dua raka’at setelah Isya’, dan dua raka’at sebelum
Shubuh.
2.
Hukum Melaksanakan Shalat Istikharah
Hukum
melaksanakannya adalah sunah dikerjakan pada waktu siang atau malam, pagi atau
sore dengan 2 rakaat. Nabi Saw bersabda:
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُنَا الاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا
كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ
بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ
Artinya:
“Rasulullah
mengajarkan kami ber-istikharah dalam seluruh perkara sebagaimana beliau
mengajar kami surat Al-Quran. Beliau bersabda, “Apabila kalian bermaksud
sesuatu, maka shalatlah dua raka’at sunnah kemudian berdoalah…” (HR.
Bukhari)
Jika seorang
Muslim ingin melakukan sesuatu yang diperbolehkan oleh agama, namun ia tidak
tahu apakah sesuatu yang akan ia lakukan itu berakibat baik atau tidak baginya,
maka Allah SWT mensyariatkan shalat yang didalamnya bisa menghiba kepada Allah
SWT untuk ditunjukkan pilihan yang terbaik bagi dirinya, pilihan yang
mengandung manfaat, kebajikan dan berkah. Setelah melakukan shalart Istikharah
ini ia akan merasa Allah SWT memberikan kecenderungan dalam hatinya untuk
menentukkan pilihan tersebut. Kemudian ia membaca doa-doa yang sudah berlaku.
Jika hal itu tidak ia temukan dalam hati, ia perlu mengulanginya lagi sampai
tiga kali selama tiga hari. Apapun yang bergerak dalam hatinya setelah shalat,
itulah pilihan yang mengandung kebajikan dan berkah bagi dirinya.[22]
3.
Hukum Melaksanakan Shalat Tahajjud
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum shalat malam adalah sunnah
mu’akkadah (yang sangat ditekankan) hal itu didasarkan pada ayat Al-Quran,
sunnah Rasulullah SAW dan Ijma’kaum muslimin.
Setidaknya ada dua riwayat yang menguatkan pendapat tersebut,
keduanya banyak disimpulkan oleh para ulama tentang sunnahnya shalat Tahajjud.
a.
Dalam
sebuah riwayat yang bersumber dari ‘Ali bin Abi Thalib RA. Ia menuturkan bahwa
Rasulullah SAW datang kepadanya dan kepada puteri beliau Fatimah pada malam
hari itu, lalu beliau berkata, “Mengapa kalian tidak shalat?” Aku (Ali)
berkata, “Wahai Rasulullah, jiwa kami ada di tangan Allah, jika Allah
berkehendak membangunkan kami (untuk shalat) tentu kami akan bangun.” Nabi
Muhammad SAW lalu pergi ketika kami mengatakan begitu, dan beliau sama sekali
tidak membalas kami hingga kemudian aku mendengarnya mengatakan sambil memukul
pahanya.
4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# usYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ
Artinya:
“Dan
manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. Al-Kahfi: 54)
b. Dari
Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW pada suatu malam shalat di mesjid, lalu
orang-orang bermakmum dengannya. Kemudian beliau shalat lagi pada malam
berikutnya dan orang-orang yang shalat bersamanya bertambah banyak, kemudian
pada malam hari ketiga atau keempat orang-orang telah berkumpul, namun Nabi
Muhammad SAW tidak keluar untuk
shalat bersama mereka. Ketika pagi hari
beliau berkata,” Aku telah mengetahui apa yang kalian lakukan, dan Aku tidak
keluar menemui kalian karena aku takut shalat ini akan diwajibkan atas kalian”.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)[23]
Jadi
berdasarkan kedua hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum melaksanakan
shalat tahajjud atau Qiyamullail adalah Sunnah Muakkad yakni shalat sunnah yang
sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW sebagimana yang beliau lakukan pada
setiap malam hari.
Kemudian
menurut Muhammad bin Suud Al-Uraifi seperti dikutip dalam “Al-Manhaj.or.id”
berkomentar, “Pada mulanya shalat malam diwajibkan, lalu hukum itu dihapuskan”.
Pendapat tersebut juga didasarkan pada riwayat yang awalnya mewajibkan.
Dalam
riwayat yang bersumber dari Saad Bin Hisyam RA. Ia bertanya kepada Ummul
Mukminin RA, “Wahai Ummul Mukminin, ceritakanlah kepadaku tentang shalat malam
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW?” Aisyah RA berkata, bukankah kamu telah
membaca ayat ini,
$pkr'¯»t ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ
Artinya:
“
Hai orang yang berselimut (Muhammad)”
Aku
menjawab, “Ya. Aisyah berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan Shalat
malam pada awal surah Al-Muzammil ini, lalu Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya melakukannya selama setahun hingga telapak kaki mereka pecah-pecah.
Akhirnya surah ini Allah tahan di atas langit selama dua belas bulan, barulah
Allah SWT menurunkan keringanan di akhir surat ini. Maka jadilah shalat malam
tersebut shalat yang sunnah untuk melengkapi shalat-shalat yang wajib.” (HR.
Muslim)
Berdasarkan
Hadits tersebut, pada zaman dahulu shalat Tahajud itu hukumnya wajib karena
sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-Muzammil ayat 1 diatas. Namun
Allah SWT menurunkan keringanan pada akhir surat ini yakni “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya
kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam
atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama
kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran” (QS. Al-Muzammil: 20). Oleh sebab itu shalat tahajud hukumnya menjadi
Sunnah Muakkad yakni sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
4. Hukum
Melaksanakan Shalat Hajat
Hukum melaksanakan shalat Hajat ialah Sunnah, karena seseorang yang
menginginkan hajatnya terkabul dan diniati ikhlas karena Allah semata maka ia
hendaklah melaksanakan shalat Hajat minimal dua rakaat. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad dengan sanad yang shahih,
sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda:
من
توضّأ فأسبغ الوضوء ثمّ صلّى ركعتين يتمّحما أعطاه اللّٰه ما سأل معجّلا أو مأخرا
Artinya:
“Barangsiapa
yang berwudludengan sebaik mungkin, kemudian ia shalat dua rakaat dengan
sempurna, niscaya Allah akan memberinya apa yang ia minta, cepat atau lambat.”
(HR. Ahmad)
Selain
Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tersebut, ada pula
Firman Allah SWT dalam QS.Al-Baqarah ayat 45 mengenai shalat Hajat ialah,
(#qãZÏètFó$#ur Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouÎ7s3s9 wÎ) n?tã tûüÏèϱ»sø:$# ÇÍÎÈ
Artinya:
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'” (QS. Al-Baqarah: 45)
5. Hukum
Melaksanakan Shalat Duha
Hukum
melaksanakan shalat duha adalah Sunnah Muakkad yakni shalat sunnah yang
dianjurkan. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW biasa melakukannya dan mendorong kaum
Muslimin untuk melakukannya. Beliau menjelaskan barangsiapa yang shalat empat
rakaat pada awal siang hari riscaya Allah mencukupinya pada sore harinya,
sebagimana beliau juga menjelaskan bahwa shalat duha itu sama dengan 360
sedekah.
Dari Abu Dzar
al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi Muahammad saw bersabda: “Di setiap sendiri
seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah
sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil
(ucapan lailahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh
kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan
dua rakaat Dhuha diberi pahala” (HR Muslim).
Waktu
melaksanakan shalat Duha dimulai setelah matahari naik kira-kira setinggi tiga
tombak dan akhir ketika posisi matahari tepat berada di tengah-tengah langit,
dan pada saat itu maksuh hukumnya melakukan shalat.
Shalat Duha
dilakukan minimal dua rakaat, dan maksimal delapan rakaat. Ada yang mengatakan
maksimal dua belas rakaat. Orang yang mau mengerjakan shalat Duha, Allah akan
membangunkannya sebuah istana di Surga. Ada pula yang mengatakan bahwa shalat
duha itu tidak ada batasnya, tetapi pendapat yang keuda tadilah yang paling
kuat.[24]
6. Hukum
Melaksanakan Shalat Tahiyyatul Masjid
Shalat Tahiyaul masjid hukumnya sunat, dan dikerjakan
sebelum duduk, baik hari Jum’at maupun hari lainnya, siang ataupun malam hari,
walaupun juga pada waktu-waktu terlarang (jika masuk masjid karena suatu sebab,
misalnya hendak beri’tikaf, menuntut ilmu, atau menunggu tiba waktu shalat dan
sebagainya). Sebagaimana Hadits-hadits berikut:
Dari Abu Qatadah dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ
الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
Artinya:
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka
hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR. Al-Bukhari no. 537 dan
Muslim no. 714)
Dari Jabir
bin Abdullah radhiallahu anhu dia berkata:
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ, فَجَلَسَ. فَقَالَ لَهُ: يَا سُلَيْكُ قُمْ
فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا! ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ
وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
Artinya:
“Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jum’at,
sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah, dia pun
duduk. Maka beliau pun bertanya padanya, “Wahai Sulaik, bangun dan shalatlah
dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau bersabda, “Jika salah
seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah,
maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia mengerjakannya dengan
ringan.” (HR. Al-Bukhari no. 49 dan Muslim no. 875).
7. Hukum
Melaksanakan Shalat Awwabin
Hukum melaksanakan
Shalat Awwabin ialah Sunnah sebagimana Hdits Nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah RA. “Barang siapa shalat 6
rakaat setelah magrib, di sela-selanya tidak berbicara kotor, maka ia
mendapatkan pahala ibadah selama 12 tahun.”
Kemudian beliau juga
meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda:“Barangsiapa shalat 20
rakaat setelah maka Allah mambangun rumah di sorga untuknya, Tirmidzi berkata,
hadist Abu Harairah gharib (hanya diriwayatkan seorang rawi yang tidak kuat).
Imam At-Tabrani juga
meriwayatkan dari Ammar bin Yasir, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa
melakukan shalat 6 rakaat setelah maghrib, maka diampuni dosanya meskipun
sebanyak ombak lautan.”
8. Hukum Melaksanakan Shalat Wudlu
Hukum melaksanakan
shalat setelah wudlu ialah sunnah, sebagaimana Hasits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad. Dari Buraidah, ia berkata, “Rasulullah SAW muncul pagi-pagi lalu
memanggil Bilal. Beliau bertanya, ‘Hai Bilal, disebabkan apakah kamu mendahului
aku ke Surga? Begitu aku masuk Surga, aku mendengar suara gerakanmu di depanku,
Bilal menjawab, ‘Wahai Rasulullah, setiap kali selesai Adzan aku langsung
melakukan shalat dua rakaat, dan setiap kali aku hadats aku langsung berwudlu.
Aku tahu Allah mewajibkan aku shalat dua rakaat maka aku melakukannya.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Disebabkan kedua kebiasaanmu itulah (kamu masuk
surga).” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
9. Hukum Melaksanakan Shalat Tasbih
a. Hukum
melaksanakan shalat Tasbih Mustahabbah (Sunnah).
Pendapat ini merupakan pendapat yang
dikemukakan oleh sebagian Fuqaha Syafiiyah. Pendapat mereka dilandasi oleh
Sabda Rasulullah SAW kepada paman beliau Abbas bin Abdul Mutholib yang
diriwayatkan oleh Abu Daud.
“Dari Ikrimah,
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Ibnu Abbas, wahai paman
Rasulullah, maukah Anda aku beri, aku karuniai, aku hadiahi, dan aku ajarkan
sesuatu kepada Anda ? Shalatlah empat rakaat, terserah Anda siang atau malam.
Jika selesai takbir, bacalah surah apa saja yang Anda inginkan, kemudian jika
selesai membaca surah, bacalah sebanyak sepuluh kali kalimat Alhamdulillah,
Subhanallah Wa Lailahaillallah Wa Allahu Akbar, kemudian rukuklah. Ketika
sedang rukuk bacalah sebanyak sepuluh kali sebelum Anda turun untuk bersujud.
Kemudian bersujudlah, dan ketika bersujud bacalah kalimat itu sebanyak sepuluh
kali. Lalu bangkitlah dan bacalah kalimat itu sebanyak sepuluh kali ketika Anda
sedang bersujud. Setelah itu angkatlah lepala Anda bangkit untuk berdiri.
Kemudian berdirilah dan bacalah seperti yang telah Anda baca. Kemudian setelah
membaca surah bacalah lagi kalimat itu sebanyak lima belas kali, karena
dosa-dosamu akan diampuni, baik yang kecil atau yang besar, yang baru atauyang
sudah lama, yang disengaja atau yang disengaja, yang dilakukan secara
terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Semuanya akan diampuni.
Sedapat mungkun lakukan saat itu sekali sehari, kalau tidak bisa maka sepekan
sekali, kalau tidak bisa maka sebulan sekali, kalau tidak bisa maka setahun
sekali, dan kalau masih tidak bisa maka seumur hidup didunia sekali saja.” (HR.
Abu Daud dan Ibnu Majah)
Hadits ini
memiliki banyak jalur sanad dan terdapat beberapa hadits lain yang
memperkuatnya. Banyak pula ulama ahli hadits bergelar Al-Hafidz yang menganggap
shahih hadits ini. Bahkan Al-Hafidz Ibnu Hajar meriwayatkannya dari beberapa
jalur dan bukti-bukti yang menguatkannya. Sehingga ia sampai pada kesimpulan
bahwa hadits ini hasan, Ibnu Mubarrak dan ulama-ulama lain juga meriwayatkan
hadits yang menerangkan tentang shalat tasbih dan keutamaannya..
Ketika ditanya
tentang shalat tasbih, Ibnu Almubarrak menuturkan hadits yang diriwayatkannya.
Hanya saja ia menuturkan lima belas kali sebelum membaca dan sepuluh kali setelah
membaca surah Al-Fatihah dan surah lainnya, ia tidak menuturkan setelah sujud
dua kali sebelum berdiri.
Ibnu Al-Mubarak
juga mengatakan, “Jika seseorang melakukan shalat tasbih pada malam hari, saya
suka ia salam dalam dua rakaat, dan jika ia melakukannya pada siang hari, ia
boleh salam dan boleh tidak ketika rukuk ia mulai membaca Subhana Rabbi
Al-‘Adzimi, kemudian membaca Subhana Robbi Al-a’la, kemudian ia membaca
beberapa kalimat tasbih lainnya.”
Dan ketika
ditanya, jika seseorang lupa apakah ia bisa membacanya dalam dua sujud sahwi
masing-masing sebanyak sepuluh kali? Ibnu Al-Mubarak menjawab, “Tidak, tetapi
ia harus membacanya sebanyak tiga ratus kali.”[25]
b. Shalat
Tasbih hukumnya tidak apa-apa untuk dilaksanakan (Boleh tapi disunnahkan)
Pendapat ini merupakan yang
dikemukakan oleh sebagian Fuqaha Hanabilah . Mereka berkata: “Tidak ada Hadits
yang tsabit (Kuat) dan shalat tersebut termasuk Fadhoilul A’maal, maka cukup
berlandaskan hadits Dhoif. Oleh karena itu Ibnu Qudamah berkata: “Jika ada
orang yang melakukannya maka hal tersebut tidak mengapa, karena shalat Nawafil
dan Fadhoilil A’maal tidak disyaratkan harus dengan berlandaskan hadits
shahih.” (Al-Mughni 2/123)
Jadi berdasarkan pendapat tersebut
dapat diketahui bahwa hukum melasanakan shalat tasbih adalah Sunnah.
10. Hukum Melaksanakan Shalat Witir
Hukum melaksanakan shalat witir
adalah Sunnah Muakkad, pendapat ini merupakan pendapat mayoritas para ulama
yang terdiri dari para sahabat dan ulama setelah mereka, disertai dengan
kesepakatan mereka (Ijma) bahwa shalat witir itu hukumnya tidak wajib.
Sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa Hadits berikut ini.
Dari Ali RA, ia
berkata, “Witir itu tidak diharuskan seperti halnya shalat fardhu, akan tetapi
shalat witir itu adalah sunnah yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW . (HR.
Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah)
Dalam Lafadz
lain disebutkan, “Sesungguhnya witir itu tidak
diharuskan seperti halnya shalat-shalat yang diwajibkan atas kamu, akan
tetapi Rasulullah SAW melakukan witir, lalu beliau bersabda, “Hai ahli Quran,
lakukanlah witir karena sesungguhnya Allah itu witir (gasal) dan Dia menyukai
yang witir (yang gasal).” (Kata Asy-syaukani, haditsnya Ali ini dinilai Hasan
oleh At-Tirmidzi, dan dinilai oleh Al-Hakim)
Menurut Imam
Abu Hanifah, witir itu wajib. Kata Al-Mundziri. “Saya tidak tahu apakah ada
satupun ulama yang setuju pada pendapat Imam Abu Hanifah tersebut.”
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan shalat witir diatas
untanya.” (HR. Jamaah)
Dalil tersebut
merupakan dalil yang memperkuat bahwa shalat witir hukumnya sunnah, sebab
shalat fardhu itu tidak boleh diatas kendaraan kecuali udzur.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas sesungguhnya Nabi Muhammad SAW mengutus Mu’adz ke Yaman
sebagaimana dalam Hadits, “Lalu Mu’adz mengajarkan kepada mereka (penduduk
Yaman) bahwa Allah SWT telah mewajibkan kepada mereka shalat fardhu lima waktu
sehari semalam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata
Asy-syaukani, ”Hadits ini merupakan dalil paling bagus yang menunjukkan bahwa
shalat witir itu tidak wajib, karena Mu’adz diutus ke Yaman tersebut beberapa
waktu sebelum Nabi Muhammad SAW wafat.”
Dari Aisyah RA,
ia berkata, “Rasulullah SAW biasa melakukan shalat witir tiga rakaat secara
langsung” (HR. Ahmad dan An-Nasai)
Dari Abu
Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu melakukan shalat
witir sebanyak tiga rakaat, karena hal itu menyerupai shalat maghrib, tetapi
lakukanlah shalat witir sebanyak lima rakaat, atau sebelas rakaat atau lebih
dari itu.” [26]
11.
Hukum
Melaksanakan Shalat Tarawih
Berdasarkan hadits dan dalil-dalil yang ada ulama menyatakan bahwa
hukum shalat tarawih adalah sunnah. Shalat sunnah qiyamul lail terutama shalat
tarawih sangat dianjurkan atau dikategorikan sebagai sunnah muakkad.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 15-17.
¨bÎ) tûüÉ)GßJø9$# Îû ;M»¨Zy_ Abqãããur ÇÊÎÈ tûïÉÏ{#uä !$tB öNßg9s?#uä öNåk5u 4 öNåk¨XÎ) (#qçR%x. @ö6s% y7Ï9ºs tûüÏYÅ¡øtèC ÇÊÏÈ (#qçR%x. WxÎ=s% z`ÏiB È@ø©9$# $tB tbqãèyföku ÇÊÐÈ
Artinya:
“ (15). Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam
taman-taman (syurga) dan mata air-mata air. (16). Sambil menerima segala
pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah
orang-orang yang berbuat kebaikan. (17). Di dunia mereka sedikit sekali tidur
diwaktu malam.” (QS. Adz-Dzariyat:15-17)
Para ulama juga
memiliki beberapa pendapat diantara adalah sebagai berikut :
a.
Berkata
Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ 3/526: “Dan sholat Tarawih adalah sunnah menurut
kesepakatan para ‘ulama.”
b.
Lihat
juga Syarah Muslim 6/38. Dan berkata Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid 1/209
: “Dan (para ulama) sepakat bahwa Qiyam bulan Ramadhan sangat dianjurkan lebih
dari seluruh bulan.”
c.
Berkata
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 2/601 : “Ia adalah sunnah muakkadah dan awal kali
yang menyunnahkannya adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam.”
d.
Dan
Al-Mardawy dalam Al-Inshof 2/180 juga memberi pernyataan sama dalam madzhab
Hanbaliyah namun beliau menyebutkan bahwa Ibnu ‘Aqil menghikayatkan dari Abu
Bakr Al-Hanbaly akan wajibnya.
Berdasarkan
beberapa pendapat para ulama mengenai hukum mengerjakan shalat Tarawih maka
dapat memberikan kesimpulan bahwa banyak yang berpendapat Sunnah Muakkad yakni
Sunnah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
12. Hukum Melaksanakan Shalat Istisqa
Hukum melaksanakan shalat Istisqo adalah sunnah muakkadah bagi yang
terkena musibah kelangkaan air untuk minum dan kebutuhan lainnya. Dan
dianjurkan bagi kaum muslimin lainnya yang masih mendapatkan air, sebagai
bentuk ukhuwah dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Sebagaimana
Firman Allah SWT dalam QS.Nuh ayat 11-12:
àMù=à)sù (#rãÏÿøótFó$# öNä3/u ¼çm¯RÎ) c%x. #Y$¤ÿxî ÇÊÉÈ È@Åöã uä!$yJ¡¡9$# /ä3øn=tæ #Y#uôÏiB ÇÊÊÈ /ä.÷ÏôJãur 5AºuqøBr'Î/ tûüÏZt/ur @yèøgsur ö/ä3©9 ;M»¨Zy_ @yèøgsur ö/ä3©9 #\»pk÷Xr& ÇÊËÈ
Artinya:
“(10). Maka aku katakan kepada
mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun. (11). Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.
(12). Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun
dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
Selain itu ada pula hadits
Rasulullah SAW:
“Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam keluar dengan rendah diri, berpakaian sederhana, khusyu’, tenang,
berdoa kepada Allah, lalu beliau shalat dua rakaat seperti pada shalat hari
raya, beliau tidak berkhutbah seperti pada shalat hari raya, beliau tidak
berkhutbah seperti khutbahmu ini.” (Riwayat Imam Lima dan dinilai shahih oleh
Tirmidzi, Abu Awanah, dan Ibnu Hibban.)
13. Hukum
Melaksanakan Shalat ‘Ied
Adapun hukum melaksanakannya adalah sunah muakkad yaitu sunnah yang sangat
dianjurkan.
Rasulullah SAW
bersabda:
أَمَرَنَا – تَعْنِى
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نُخْرِجَ فِى الْعِيدَيْنِ الْعَوَاتِقَ
وَذَوَاتِ الْخُدُورِ وَأَمَرَ الْحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى
الْمُسْلِمِينَ.
Artinya:
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied (Idul Fithri
ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beranjak dewasa) dan
wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau
memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sholat sunnah adalah sholat yang dikerjakan di luar
sholat fardhu. Nabi Muhammad SAW mengerjakan sholat sunnah selain untuk
mendekatkan diri kepada Allah juga mengharapkan tambahan pahala. Seseorang yang
mengerjakan sholat sunnah maka ia akan mendapatan pahala, jika tidak dikerjakan
pun ia juga tidak mendapatkan dosa.
2. Macam-macam
Shalat Sunnat
a. Shalat
Sunnat Munfarid
1)
Shalat
Rawatib
2)
Shalat
Istikharah
3)
Shalat
Tahajud
4)
Shalat
Hajat
5)
Shalat
Duha
6)
Shalat
Tahiyatul Masjid
7)
Shalat
Muthlaq
8)
Shalat
Awwabin
9)
Shalat
Wudu
10) Shalat Tasbih
11) Shalat Taubat
12) Shalat Witir
b.
Shalat
Sunnat Berjamaah
1)
Shalat
Tarawih
2)
Shalat
‘Idain (Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha)
3)
Shalat Dua Gerhana (Kusufain)
4)
Shalat Istisqa
3.
Hukum Melaksanakan Shalat Sunnat
1)
Hukum
Melaksanakan Shalat Rawatib
2)
Hukum
Melaksanakan Shalat Istikharah
3)
Hukum
Melaksanakan Shalat Tahajud
4)
Hukum
Melaksanakan Shalat Hajat
5)
Hukum
Melaksanakan Shalat Duha
6)
Hukum
Melaksanakan Shalat Tahiyyatul Masjid
7)
Hukum
Melaksanakan Shalat Awwabin
8)
Hukum
Melaksanakan Shalat Wudu
9)
Hukum
Melaksanakan Shalat Tasbih
10) Hukum Melaksanakan Shalat Witir
11) Hukum Melaksanakan Shalat Tarawih
12) Hukum Melaksanakan Shalat Istisqa
13) Hukum Melaksanakan Shalat ‘Ied
B.
Saran
Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan
details dalam menjelaskan tentang Shalat Sunnat, Macam-macam, serta Hukum
mengerjakannya dalam Islam di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat di pertanggung jawabkan dan bermanfaat bagi pembaca.
[1] Ahmad Thib Raya, dkk., Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 174.
[2]
Drs.M.Syuhudi Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. (Angkasa, Bandung). 1987.
Hlm.12
[5] Moh.Rifa’i. Risalah Tuntunan
Shalat Lengkap. (PT.Karya Toha Putra. Semarang). 2012. hlm.88
[6] Hassan Ayyub. Fiqih Ibadah. (PT
Fathan Prima Media, Depok). 2007. hlm.302
[8] Ahmad Maulana. Dahsyatnya Shalat
Sunnah. (Pustaka Marwa, Yogyakarta). 2010. hlm.59.
[11] Moh.Rifa’i. Risalah Tuntunan
Shalat Lengkap. (PT.Karya Toha Putra, Semarang). 2012. hlm.88
[14] Moh.Rifa’i. Risalah Tuntunan
Shalat Lengkap. (PT.Karya Toha Putra. Semarang). 2012. hlm.100
[16] Moh.Rifa’i. Risalah Tuntunan
Shalat Lengkap. (PT. Karya Toha Putra, Semarang). 2012. hlm.118
[17] Hassan Ayyub. Fiqh Ibadah. (PT
Fathan Prima Media, Depok). 2007. hal.327
[18] Moh.Rifa’i. Risalah Tuntunan
Shalat Lengkap. (PT.Karya Toha Putra, Semarang). 2012. hlm.122
[21] Moh.Rifa’i. Risalah Tuntunan Shalat
Lengkap. (PT.Karya Toha Putra, Semarang). 2012. hlm.124
[23] Ubaidurrahim El-Hamdi. Super
Lengkap Shalat Sunnah. Jakarta Selatan. 2013. Hlm.53
[24] Hassan Ayyub. Fiqih Ibadah. (PT
Fathan Prima Media, Depok). 2007. hlm.311
[25] Hassan Ayyub. Fiqih Ibadah. (PT
Fathan Prima Media, Depok). 2007.hlm.316
[26] Hassan Ayyub. Fiqih Ibadah. (PT
Fathan Prima Media, Depok). 2007. hlm.301
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i Moh, 2012, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang:
PT. Karya Toha Putra
Ayyub Hassan, 2007, Fiqih Ibadah, Depok: PT. Fathan Prima
Media
Ahmad Thib Raya, dkk., 2003, Menyelami
Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam, Jakarta: Prenada Media
Maulana Ahmad, 2010, Dahsyatnya
Shalat Sunnah, Yoyakarta: Pustaka Marwa
Syuhudi Ismail.M. 1987, Pengantar
Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa
El-Hamdi Ubaidurrahim, 2013, Super
Lengkap Shalat Sunnah, Jakarta
Selatan: Republika
Komentar
Posting Komentar