TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM (TURKI USMANI, DINASTI SAFAWI DAN KERAJAAN MUGHAL)


TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM (TURKI USMANI, DINASTI SAFAWI DAN KERAJAAN MUGHAL)
MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti UAS (Ujian Akhir Semester) pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Drs. Raito, M.Ag




Oleh :
Siti Napisah
NIM : 17210030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER III
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL-MUSADDADIYAH GARUT
TAHUN AKADEMIK 2018-2019











KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan taufiq-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Tiga Kerajaan Besar Islam (Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi dan Kerajaan Mughal. Berbagai hambatan yang penulis hadapi selama ini dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, dengan sepenuh hati penulis menyadari semua ini adalah berkat pertolongan-Nya.
Penulis juga menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat berjalan baik berkat dukungan, dorongan, motivasi, serta kerja sama dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.      Drs. Raito, M.Ag selaku Dosen Mata kuliah Sejarah Peradaban Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Musaddadiyah (STAIM) Garut.
2.      Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya bagi Mahasiswa/i Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIM) Garut. Penulis menyadari betul bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah penulis meminta masukan demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Garut, November  2018
Penyusun

Siti Nafisah
NIM: 17210030
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
      B.     Rumusan Masalah................................................................................ 2
      C.     Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
      D.    Manfaat Penulisan............................................................................... 3
      E.     Sistematika Penulisan.......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
       A.    Kerajaan Turki Usmani
1.      Sejarah Berdirinya Turki Usmani ................................................. 4
2.      Kemajuan Kerajaan Turki Usmani................................................. 5
3.      Kemunduran Kerajaan Turki Usmani .......................................... 10
       B.     Kerajaan Sawafi di Persia
1.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Safawi............................................. 11
2.      Kemajuan Kerajaan Sawafi.......................................................... 12
3.      Kemunduran Kerajaan Safawi..................................................... 14
      C.     Kerajaan Mughal di India
1.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Mughal............................................ 15
2.      Kemajuan Kerajaan Mughal......................................................... 16
3.      Kemunduran Kerajaan Mughal.................................................... 18
BAB III PENUTUP
1.      Kesimpulan................................................................................. 23
2.      Saran .......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................











BAB I
PENDAHULUAN


                  A.    Latar Belakang Masalah
Pada abad pertengahan, Islam mengalami kemunduran. Hal ini ditandai dengan tidak adanya lagi kekuasaan Islam yang utuh yang meliputi seluruh wilayah Islam, dan terpecahnya Islam menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah. Kerajaan-kerajaan itu antara lain: (a). Dinasti Usmani di Turki, (b). Dinasti Safawi di Persia dan (c). Dinasti Mughol di India.
Dinasti Usmani merupakan dinasti yang berasal dari suku bangsa pengembara Qayigh Oghuz yang dipimpin oleh Sulaiman Syah. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizmi Syah pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah barat dan meminta perlindungan kepada Jalaludin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizmi Syah di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah barat (Asia Kecil), kemudian mereka menetap disana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan Mongol.
Adapun Dinasti safawiyah merupakan sinasti yang berdiri di persia sejak tahun (1502-1722 M). Dinasti safawiyah merupakan kerajaan islam di persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi brasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni kerajaan safawi.
Sedangkan Kerajaan Mughol berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan safawi. Kerajaan ini termasuk dari tiga kerajaan besar Islam dan kerajaan inilah yang termuda. Awal kekuasaan Islam di India terjadi pada masa khalifah Al-walid dari Dinasti Bani Umayah, di bawah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim.[1]
Kerajaan-Kerajaan tersebut merupakan tiga kerajaan terbesar pada masa itu. Dan keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar Islam tersebut. Puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Usmani terjadi pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M), puncak kemajuan Kerajaan Safawi pada masa pemerintahan Abbas I (1588-1628 M), dan puncak kemajuan Kerajaan Mughal pada masa Sultan Akbar (1542-1605 M).
Mengingat pentingnya mengetahui pertumbuhan serta perkembangan tiga kerajaan besar dalam Islam pada abad pertengahan, penulis tertarik untuk mengambil judul “TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM (KERAJAAN TURKI USMANI, KERAJAAN SAFAWI DAN KERAJAAN MUGHAL” untuk selanjutnya dapat menjadi sumbangan wawasan pengetahuan khususnya bagi Mahasiswa/Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Musaddadiyah (STAIM) Garut.

                  B.     Rumusan Masalah
    Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Kerajaan Turki Usmani ?
2.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Kerajaan Safawi di Persia ?
3.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Kerajaan Mughal di India ?
                 C.    Tujuan Penulisan
           Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1.      Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Kerajaan Turki Usmani ?
2.      Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Kerajaan Safawi di Persia ?
3.      Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Kerajaan Mughal di India ?
                 D.    Manfaat Penulisan
1.      Secara Teoritis
Adapun manfaat penulisan secara teoritis adalah sebagai berikut:
a.       Penulisan ini diharapkan mampu menambah wawasan tentang Tiga kerajaan besar Islam, yakni Kerajaan Turki usmani, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
b.      Dapat menjadi suatu bahan evaluasi serta sumbangsih pemikiran dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran mengenai Sejarah Peradaban Islam.
c.       Sebagai bahan masukan untuk mendukung dasar teori bagi penulisan karya tulis ilmiah yang sejenis dan relevan.
2.      Secara Praktis
Adapun manfaat penelitian secara praktis adalah sebagai berikut:
a.       Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai motivasi bagi mahasiswa/i untuk mengembangkan kreatifitas belajar
b.      Menumbuhkan semangat dalam belajar dan mempelajari materi mengenai tiga kerajaan besar Islam seperti Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi dan Kerajaan Mughal di India dengan mudah dan bermakna.
                  E.     Sistematika Penulisan
Adapun sistematika yang menjadi isi makalah ini adalah :
1.      BAB I PENDAHULUAN terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan dan Sistematika Penulisan.
2.      BAB II PEMBAHASAN terdiri dari: (A). Kerajaan Turki Usmani; (B). Kerajaan Safawi; dan (C). Kerajaan Mughal.
3.      BAB IV PENUTUP terdiri dari: (A). Kesimpulan dan (B). Saran.
DAFTAR PUSTAKA










BAB II
PEMBAHASAN





              A.    KERAJAAN TURKI USMANI
1.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Dinasti Usmani berasal dari suku bangsa pengembara Qayigh Oghuz yang dipimpin oleh Sulaiman Syah. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizmi Syah pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah barat dan meminta perlindungan kepada Jalaludin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizmi Syah di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah barat (Asia Kecil), kemudian mereka menetap disana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan Mongol.
Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mengalami kecelakaan dan hanyut di sungai Eufrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228. Akhirnya mereka terbagi menjadi dua kelompok, yan pertama ingin pulang ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia Kecil. Kelompok kedua berjumlah sekitar 400 keluarga yang dipimpin oleh Ertoghol bin Sulaiman. Mereka menghambakan dirinya pada Sultan Alauddin dari Dinasti Saljuk Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil. Tatkala dinasti saljuk berperang melawan Romawi Timur (Bizantium), Ertoghol membantunya, sehingga Dinasti Saljuk mengalami kemenangan. Sultan merasa senang dan memberinya wilayah kekuasaan yang berbatasan dengan Bizantium, dan mereka menjadikan Sogud sebagai pusat pemerintahannya (Ali Sodikin, dkk, 2003:152).
Ertoghol yang meninggal pada tahun 1289 meninggalkan seorang putra bernama Usman. Dari nama Usman inilah kemudian muncul Dinasti Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, dia abanyak berjasa kepada Sultan Alauddin dengan keberhasilannya menaklukkan benteng-benteng Bizantium. Pada tahun 1300, bangsa Mongol menyerang Dinasti Saljuk, dan Sultan Alauddin terbunuh. Dinasti Saljuk pun terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil. Pada saat itu, Usman menyatakan kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah-daerah yang didudukinya. Sejak itulah Dinasti Usmani dinyatakan berdiri dan penguasa pertamanya adalah Usman bin Ertoghol atau yang dikenal dengan sebutan Usman I (Ali Sodikin, dkk, 2003:151).
2.      Kemajuan Kerajaan Turki Usmani
a.       Bidang Pemerintahan dan Militer
Kerajaan Turki Usmani memerintah sekitar tujuh abad lamanya yakni mulai dari tahun 1299 M sampai dengan tahun 1924 M dengan jumlah 38 sultan. Mereka antara lain :
1)            Utsman I (1299-1326 M)
2)            Orkhan (Putra Utsman I) (1326-1359 M)
3)            Murad (Putra Orkhan) (1359-1389 M)
4)            Bayazid I (Putra Murad I) (1389-1402 M)
5)            Muhammad I (Putra Bayazid I) (1403-1421 M)
6)            Murad II (Putra Muhammad I) (1421-1451 M)
7)            Muhammad II al Fatih (Putra Murad II) (1451-1481 M)
8)            Bayazid II (Putra Muhammad II) (1481-1512 M)
9)            Salim I (Putra Bayazid II) (1512-1520 M)
10)        Sulaiman I al Qanuni (Putra Salim I) (1520-1566 M)
11)        Salim II (Putra Sulaiman I) (1566-1573 M)
12)        Murad II (Putra Salim II) (1573-1596 M)
13)        Muhammad II (Putra Murad III) (1596-1603 M)
14)        Ahmad I (Putra Muhammad III) (1603-1617 M)
15)        Mustafa I (Putra Muhammad III) (1617-1618 M)
16)        Suman I (Putra Ahmad III) (1618-1622 M)
17)        Murad I (Yang kedua kalinya) (1622-1623 M)
18)        Murad IV (Putra Ahmad I) (1623-1640 M)
19)        Ibrahim I (Putra Ahmad I) (1640-1648 M)
20)        Muhammad II (Putra Ibrahim I) (1648-1687 M)
21)        Sulaiman I (Putra Ibrahim I) (1687-1691 M)
22)        Ahmad II (Putra Ibrahim I) (1691-1695 M)
23)        Mustafa II (Putra Muhammad IV) (1695-1703 M)
24)        Ahmad II (Putra Muhammad IV) (1703-1730 M)
25)        Mahmud I (Putra Mustafa II) (1730-1754 M)
26)        Utsman III (Putra Mustafa II) (1754-1757 M)
27)        Mustafa III (Putra Ahmad III) (1757-1774 M)
28)        Abdul Hamid I (Putra Ahmad III) (1774-1788 M)
29)        Salim III (Putra Mustafa III) (1789-1807 M)
30)        Mustafa IV (Putra Abdul Hamid I) (1807-1808 M)
31)        Mahmud II (Putra Abdul Hamid I) (1808-1839 M )
32)        Abdul Majid (Putra Mahmud II)
33)        Abdul Aziz (Putra Mahmud II)
34)        Murad V (Putra Abdul Majid I) (1861-1876 M)
35)        Abdul Hamid II (Putra Abdul Majid I) (1876-1909 M)
36)        Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1909-1918 M)
37)        Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1918-1922 M)
38)        Abdul Majid II (1922-1924 M).
Bentuk kerajaan Turki Usmani didasrkan kepada sistem feodal yang ditiru langsung dari kerajaan Bizantium. Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi dalam bidang agama, politik, pemerintahan, bahkan masalah-masalah perekonomian. Raja-raja Dinasti Usmani bergelar Sultan sekaligus Khalifah. Sultan menguasai kekuasaan duniawi, sedangkan Khalifah menguasai bidang agama/spiritual/ukhrawi. Mereka mendapatkan kekuasan secara turun-temurun, akan tetapi tidak harus putra pertamanya yang berhak menjadi penggantinya. Ada kalanya putra kedua atau putra ketiga yang menjadi pengganti. Bahkan pada perkembangan selanjutnya, pergantian kekuasaan diserahkan pada saudara sultan, bukan anaknya (Ali Sodikin, dkk, 2003:157).
Dalam menjalankan pemerintahannya, sultan/khalifah dibantu oleh seorang mufti atau yang lebih dikenal Syaikhul Islam dan Shadrul Alam. Syaikhul Islam mewakili sultan/khalifah dalam melaksanakan wewenang agamanya, sedangkan Shadrul Alam (perdana menteri) mewakili kepala negara dalam menjalankan wewenang dunianya.
Kemudian kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur pada masa pemerintahan Sultan Orkhan (1336-1359 M) mengadakan perombakan dalam tubuh organisasi militer dalam bentuk mutasi personel pimpinan dan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariyah.
Keberhasilan ekspansi wilayah oleh militer kerajaan Turki Utsmani tersebut dibarengi pula dengan terciptanya susunan pemerintahan yang teratur. Sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh  Shadr al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Dibantu oleh beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Dan pengadilan tertinggi dipegang oleh seorang Mufti.
b.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang militer, sementara dalam ilmu pengetahuan mereka tidak begitu kelihatan menonjol. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pembangunan yang indah seperti Masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih.[2] Ada juga Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari. Dan Aya Sophia merupakan masjid yang terkenal karena keindahan kaligrafinya yang asalnya adalah gereja kristen Pada masa Sulaiman di kota-kota lainnya juga banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, makam jembatan, saluran air, vila dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah bangunan itu dibangun dibawah coordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
c.       Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, kerajaan Turki Utsmani telah melahirkan tokoh-tokoh terkenal pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain penyair yang bernama Nafi’ (1528-1636 M) dan Muhammad Esat Efendi atau Galip Dede (1757-1799 M), penulis yang membawa pengaruh Persia yakni Yusuf Nabi (1642-1712 M). Kemudian dalam bidang sastra Turki Utsmani memunculkan dua tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi.
Adapun dalam bidang arsitektur bangunan. Turki Utsmani begitu berpengaruh di Turki seperti arsitek dalam bangunan-bangunan masjid yang indah Masjid Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan Masjid Aya Sophia.
Kejayaan Usmani di atas, paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesannya dalam perluasan wilayah Islam. Antara lain sebagai berikut:
1)      Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghanimah (harta perampasan perang).
2)      Sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga mudah digerakkan untuk tujuan penyerangan.
3)      Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam.
4)      Letak Istanbul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan, juga sangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istanbul terletak di antara dua benua dan dua laut, serta pernah menjadi pusat kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi Timur.
5)      Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau balau memudahkan Usmani mengalahkannya.
Secara politis, Kerajaan Usmani telah berjaya mencapai puncak adi kuasa dimasanya, berhasil memperluas wilayah Islam sampai tiga benua, dan berhasil memperluas wilayah Islam sampai tiga benua, dan berhasil mengelolah pemerintahan terpanjang dalam sejarah Islam (kurang lebih sampai tujuh abad) dengan 39 kepala pemerintahan (negara). Hanya saja karena pemerintahan Usmani lebih banyak menekankan pada segi kekuatan militer, bila militernya lemah, maka lemah pula posisi kerajaan. Sedang manakala militernya kuat, berjayalah kerajaan. Walaupun demikian, tetap militer mempunyai andil besar dalam menopang kejayaan Usmani.

3.      Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Utsmani berada di tengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Safawiyah di Asia. Melemahnya kerajaan Turki Utsmani setelah wafatnya Sultan Sulaiman I dan digantikan oleh Sultan Salim II membuat kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-19 mengalami kemunduran yang sangat tajam.
Munculnya berbagai macam pemberontakan, banyaknya daerah yang mulai memisahkan diri dan mendirikan pemerintahan otonom yang merdeka, serta bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Ali Bey. Membuat kerajaan Turki Utsmani benar-benar mengalami masa kemunduran.
Berikut dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran kerajaan Turki Utsmani :
a.       Faktor Internal
1)      Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan, kurangnya keadilan serta korupsi yang merajalela.
2)      Heterogenitas penduduk dan agama, yang tidak sesuai dengan landasan kerajaan Turki Utsmani sebagai negara militer.
3)      Kehidupan para penguasa yang suka bermewah-mewahan.
4)      Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang berlangsung berabad-abad lamanya.
b.      Faktor Eksternal
1)      Timbulnya gerakan nasionalisme di kalangan bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki Utsmani.
2)      Melemahnya militer kerajaan Turki Utsmani dikarenakan ketidak tersediaannya persenjataan yang lengkap.

             B.     KERAJAAN SAFAWI
1.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Safawi
Dinasti safawiyah di persia berdiri sejak tahun (1502-1722 M). Dinasti safawiyah merupakan kerajaan islam di persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi brasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni kerajaan safawi.
Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim zahidi (1216-1301). Shafi Ad-Din mendirikan tarekat safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Tarekat safawiyah diambil dari nama pendirinya, safi ad-Din dan nama syafawi terus di pertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Nama itu terus di lestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Di persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi syekh ishak safiuddin dari ardabil di azerbaijan yang beraliran syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah persia.
Keadaan politik dinasti syafawi mulai bangkit kembali setelah Abbas 1 naik tahta dari tahun 1587-1629 yang menata administasi negara dengan cara yang lebih baik. Masa kekuasaan Abbas 1 merupakan puncak kejayaan kerajaan syafawi. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang menggangu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah wilayah yang pernah di rebut oleh kerajaan lain pada masa raja raja sebelumnya. Usaha usaha yang di lakukan Abbas 1 berhasil membuat kerajaan safawi menjadi kuat. Setelah itu Abbas 1 mulai memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha merebut kembali wilayah kekuasaannya yang hilang.
Selama periode safawiyah di persia ini (1502-1722 M) persaingan untuk mendapatkan kekuasaan antara turki dan persia menjadi kenyataan. Peperangan ini berasal dari kebencian Salim 1 yang berasal dari turki dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim di syi’ah di daerah kekuasaanya. Fanatisme sultan salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang di dakwa telah mengingkari ajaran ajaran sunni.
2.      Kemajuan Kerajaan Safawi
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik yang mengganggu stabilitas negara, dan sekaligus ia berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang sebelumnya lepas tersebut oleh kerajaan Utsmani. Berikut kemajuan-kemajuan yang ditorehkan selama Abbas I memegang kekuasaan kerajaan Safawi.
a.       Bidang Keagamaan
Pada masa Abbas,dalam bidang keagamaan yang menanamkan sikap toleransi terhadap politik keagamaan tau lapang dada yang amat besar. Paham syi’ah tidak lagi menjadi paksaan bahkan orang sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya (Hamka. 1981:70).
b.      Bidang arsitektur
Kerajaan safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota ini berdiri bangunan bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas zende rud, dan istana chihil sutun. Dalam kota isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum (Marshal G.S hodgson.1981:40).
c.       Bidang ekonomi
Kerajaan syafawi pada massa Abbas 1 ternyata telah memacu perkembangan perekonomian syafawi, terlebih setelah kepulauan hurmuz di kuasai dan pelabuhan gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Yang merupakan salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa di perebutkan oleh belanda, inggris, dan perancis sepenuhnya telah menjadi milik kerajaan syafawi. Di samping sektor perdagangan, kerajaan syafawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur.
d.      Bidang ilmu pengetahuan
Berkembangnya ilmu pengetahuan masa kerajaan syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum syi’ah tidak seperti kaum sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum syi’ah tetap berpendirian bahwasannya mujtahid tidak terputus selamanya.
Beberapa ilmuan yang selalu hadir di majelis istana, yaitu: Baha Al-Din Al-Syaerazi seorang filosof dan Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, seorang filosof ahli sejarah, teolog seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah.[3]

e.       Bidang kesenian
Kemajuan tampak begitu jelas dengan gaya arsitektur bangunannya, seperti terlihat pada masjid syah yang di bangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan karpet, permadani, pakaian. Seni lukis mulai di rintis sejak zaman Tamasp 1, raja ismail pada tahun 1522 M. Membawa seorang pelukis Timur ke Tabriz, pelukis itu bernama Bizhard. Pada zaman Abbas 1 berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair
3.      Kemunduran Kerajaan Safawi
Setelah Abbas 1, dinasti safawi mengalami kemunduran. Sulaiman, pengganti Abbas 1, melakukan penindasan dan pemerasan terhadap ulama sunni dan memaksakan ajaran syi’ah kepada mereka. Penindasan semakin parah terjadi pada zaman sultan husein, pengganti sulaiman. Penduduk afgan (saat itu bagian dari Iran) di paksa untuk memeuk syi’ah dan di tindas. Penindasan ini melahirkan pemberontakan yang di pimpin oleh Mahmud Khan (Amir Kandahar) sehingga berhasil menguasai Herat, Masyhad, dan kemudian merebut isfahan (1772 M). setelah itu, safawi diserang oleh Turki Usmani dan Rusia. Wilayah Armenia dan beberapa wilayah azerbaijan direbut oleh Turki Usmani , sedangkan beberapa wilayah propinsi laut kaspia di Jilan, Mazandaran Dan Asteraban direbut oleh Rusia.
Setelah sebagian besar wilayah dikuasai oleh Afghan, Turki Usmani dan Rusia, Nadir Syah (dinasti Asfhariah) karena mendapat dukungan dari suku Zand di Iran Barat menundukan dinasti safawiyah. Nadir Syah (bergelar Syah Iran) memadukan Sunni-Syi’ah untuk mendapat dukungan dari Afgan dan Turki Usmani; dan ia mengusulkan agar madzhab fiqih ja’fari (Syi’ah) dijadikan madzhab hukum yang kelima oleh ulama Sunni. Dinasti safawi pimpinan Nadir Syah kemudian di taklukan oleh dinasti Qajar.

             C.    KERAJAAN MUGHAL
1.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughol berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan safawi. Kerajaan ini termasuk dari tiga kerajaan besar Islam dan kerajaan inilah yang termuda. Awal kekuasaan Islam di India terjadi pada masa khalifah Al-walid dari Dinasti Bani Umayah, di bawah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim.
Kerajaan Mughol di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya, di dirikan oleh Zahirrudin Babur ( 1482-1530 M ) salah satu dari cucu Timur lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babaur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya pada Usia 11 tahun. Karena dari kecil di didik sebagai seorang panglima, ia bertekad dan berambisi akan menaklukan kota terpenting di Asia Tengah yaitu Samarkand.
Pada mulanya Babur mengalami kekalahan, tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi kala itu yaitu Ismail I, akhirnya berhasil menaklukan Samarkand (1494 M). Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul (Afganistan). Babur juga mampu menguasai Punjab (1525 M), kemudian menguasai Delhi setelah bertempur di Panipat sebagai pemenang. Dengan demikian, Babur dapat menegakkan pemerintahannya di sana, maka berdirilah kerajaan Mughol di India (1525M). [4]


2.      Kemajuan Kerajaan Mughal
Kemajuan yang dicapai pada masa dinasti Mughal merupakan sumbangan yang berarti dalam mensyiarkan dan membangun peradaban Islam di India. Kemajuan-kemajuan tersebut antara lain:
a.       Bidang Politik dan Militer
Sistem yang menonjol adalah politik sulh e-kul atau toleransi universal, yaitu pandangan yang menyatakan bahwa derajat semua penduduk adalah sama. Sistem ini sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal adalah Islam (Ali Sodikin, dkk, 2003:220). Dalam urusan pemerintahan, pada masa Akbar menyusun pentadbiran secara teratur yang jarang taranya, sehingga Inggris satu setengah abad kemudian setelah menaklukan India, tidak dapat memilih jalan lain, hanya meneruskan administrasi Sultan Akbar (Dedi Supriyadi, 2008: 262). 
Di bidang militer, pasukan Mughal dikenal sebagai pasukan yang kuat. Akbar Khan menjalankan pemerintahan bersifat militeristik, pemerintahan pusat dipimpin oleh raja; pemerintahan daerah dipimpin oleh kepala komandan (Sipah salat); dan pemerintahan sub-daerah dipimpin oleh komandan (Faudjat). Di samping itu, Akbar pun membentuk  Din Ilahi dan juga mendirikan Mansabdhari (lembaga pelayanan umum yang berkewajiban sejumlah pasukan).
b.      Bidang Ekonomi
Kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah memajukan pertanian terutama untuk tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas. Di samping pertanian, pemerintahan juga memajukan industri tenun, pertambangan dan perdagangan. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil industri ini banyak diekspor ke luar negeri seperti Eropa, Arabia, dan Asia Tenggara bersaman dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahn gordyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi,Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat (Ali Sodikin, dkk, 2003:220).
c.       Bidang Seni dan Arsitektur
Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan sejarah yang ditinggalkan periode ini adalah Tajmahal di Aqra, Benteng Merah, Jama Masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Sementara dalam bidang sastra yang paling menonjol adalah karya gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India. Pada masa Akbar berkembang  bahasa urdu, yang merupakan perpaduan dari berbagai bahasa yang ada di India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan mesjid-mesjid yang indah. Pada masa Syah Jehan dibangun mesjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Mesjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore (Dedi Supriyadi, 2008: 263).


d.      Bidang Ilmu Pengetahuan
                        Di bidang pengetahuan kebahasaan Akbar telah menjadikan tiga bahasa nasional, yaitu bahasa arab sebagai bahasa agama, bahasa Turki sebagai bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa istana kesusastraan (Dedi Supriyadi, 2008:221). Di bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum Islam yang dikenal dengan sebuan Fatwa-Alamgri.
3.      Kemunduran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan sparatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapka pemikiran puritanisme. Setelah iya wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkan.[5]
Sementara itu, para pedagang inggris (EIC) untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India yang didukung oleh kekuatan bersenjata menjadi semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Faktor-faktor penyebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Mughal dapat dipaparkan sebagai berikut:
a.       Perebutan Kekuasaan antara Putera Mahkota
Perebutan tahta kerajaan di antara putera mahkota sebenarnya telah terjadi ketika Aurangzeb belum menjadi raja. Ketika Syah Jehan meninggal dunia tahun 1657 M, ia meninggalkan empat orang putera yang semuanya sudah dewasa, yaitu Darah Shikoh berusia sekitar 43 tahun. Shujah 41, Aurangzeb 39, dan Murad berusia 33 tahun. Mereka saling berperang dan kesemuanya mati di tangan saudaranya sendiri kecuali Aurangzeb yang keluar sebagai pemenangnya.
Peristiwa serupa juga dialami oleh anak-anak Aurangzeb. Ketika Muazzam yang kemudian bergelar Bahadur Syah diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya, saudara-saudaranya yang lain yaitu Azim (Prince Sultan), Akbar, dan Kam Bakhs berselisih satu sama lain. Dalam perang saudara ini yang keluar sebagai pemenangnya adalah Muazzam sehingga daerah-daerah yang semesetinya dikuasai oleh saudara-saudaranya dikuasai oleh dirinya sendiri.
Demikian pula pada masa Azimus Syah, anak dan pengganti Bahadur Syah, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana tersebut lambat laun membawa kerajaan Mughal pada kondisi yang semakin melemah. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar”dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya.
b.      Terjadi Stagnasi dalam Pembinaan Kekuatan Militer
Kalau jaman kemajuannya, bangsa Mughal unggul di bidang militer, di samping politik dan kesenian, maka pada masa-masa akhir kerajaan ini mengalami stagnasi kekuatan militer. Hal ini antara lain disebabkan oleh terpecah belahnya kekuatan yang disebabkan perang saudara dan banyaknya prajurit yang terbunuh dalam peperangan itu, kondisi politik negara yang tidak menentu, dan lemahnya para Sultan dalam mengendalikan roda pemerintahan.
Kemerosotan kekuatan militer ini menyebabkan operasi militer Inggris baik yang melalui laut maupun darat tidak dapat segera dipantau, sehingga mereka dapat menanamkan kekuasaannya di pantai-pantai India dan kemudian meluas ke daerah-daerah yang lain.
Di samping itu, dengan kekuatan militer yang lemah itu, pemerintah pusat tidak mampu mengendalikan daerah-daerah yang melepaskan diri dari kekuasaannya. Kondisi demikian menyebabkan kerajaan Mughal semakin lama semakin lemah.
c.       Daerah Kekuasaan yang Luas
Faktor luasnya daerah kekuasaan juga merupakan salah satu penyebab sulitnya emperium ini dipertahankan. Apalagi pemerintahan mereka menganut sistem sentralisasi. Dan tidak ditunjang oleh alat komunikasi yang memadai. Kedudukan raja di delhi yang terletak di pusat secara geografis jauh sekali dari daerah-daerah utara dan selatan. Hal ini, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ditunjang oleh tiadanya angkatan laut yang memadai sehingga membawa kerajaan yang besar ini ke jurang kemunduran dan kehancuran pada akhirnya.
d.      Kemerosotan Moral dan Hidup Mewah di Kalangan Elit Politik
Setelah Bahadur Syah, pengganti-penggantinya hidup berfoya-foya dan senang kemewah-mewahan. Kondisi demikian membawa pada kehidupan Sultan kurang memperhatikan masalah-masalah kenegaraan, bahkan demi kesenangan dan kehidupan mewah, seperti yang dilakukan oleh Akbat II, pihak asing diizinkan mengembangkan kekuasaannya di India. Hal ini membuat orang-orang Inggris di India semakin kuat dan sebaliknya Sultan India semakin lemah. Sebab walaupun secara de jure ia diakui memerintah tapi secara de facto, pemerintahan berada di tangan Inggris.
Di samping itu, kehidupan mewah dan kemerosotan moral tersebut mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara, sehingga hal-hal yang seharusnya ditangani dengan budget negara jadi terabaikan, termasuk biaya untuk peralatan perang dan pertahanan.
e.       Lemahnya para Pemegang Tahta Kerajaan
Para Sultan setelah Aurangzeb tidak mampu mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh Sultan-Sultan sebelumnya. Kapasitas mereka untuk memimpin suatu negara kecil sekali, sehingga jangankan mengembangkan, mempertahankan kemajuan yang tekah dicapai oleh pendahulu mereka, mereka tidak mampu. Hal ini antara lain karena:
1)      Tidak adanya kaderisasi yang memadai
2)      Kehidupan mereka yang cenderung pada kemewahan melalaikan diri untuk mengasah kemampuan dan ketrampilan untuk menjalankan roda pemerintahan
3)      Terjadinya pertikaian antara anggota keluarga.
f.       Faktor utama yang menyebabkan gulung tikarnya kerajaan Mughal di India adalah disingkirkannya Bahadur Syah II, raja Mughal terakhir, dari singgasananya di Delhi yang kemudian pemerintahan dipegang oleh Inggris pada tahun 1858 M. Sejak itu, tidak ada lagi dinasti Mughal di India dan pada masa-masa berikutnya, Inggris melakukan kolonialisasi di daerah tersebut.[6]







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Kerajaan Utsmani berasal dari suku bangsa pengembara Qoyigh Oghuz, beribukota di Syukud. Kerajaan Utsmani dinyatakan berdiri (1300 - 1924 M). Penguasa pertamanya adalah Utsman yang sering disebut Utsman I. Dinasti Utsmani berkuasa kurang lebih selama tujuh abad, dengan sekitar 36 sultan selama kekuasaannya. Pasukan Janissary bentukan Orkhan yang terkenal tangguh merupakan pasukan pertama yang berhasil menaklukkan beberapa wilayah sehingga daerah kekuasaan Utsmani semakin luas.
2.      Kerajaan Syafawi berdiri sejak 1501-1722 M. Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat Syafawiyah, yang didirikan di Ardabil. Nama Syafawiyah diambil dari nama pendirinya, Syafi al-Din. Nama Syafawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik, bahkan hingga gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan. Hasil peradaban kerajaan Syafawi meliputi bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, bagunan fisik dan seni.
3.      Kerajaan Mughal berdiri sejak (1526-1858 M) didirikan oleh Zahirudin Babur (1526-1530 M). Dan Peradaban yang diukir oleh kerajaan Mughal yakni pada bidang ekonomi, seni, dan ilmu pengetahuan.
B.     Saran
Makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan bahkan masih jauh dari kata sempurna, namun penulis mencoba untuk memberikan suatu  kontribusi dalam khazanah keilmuan khususnya tentang tiga kerajaan besar Islam dalam sejarah peradaban Islam yakni Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.  Oleh karena itu, diharapkan akan lebih banyak lagi muncul karya tulis ilmiah lain yang membahas tentang Sejarah Peradaban Islam, khususnya tiga kerajaan besar Islam tersebut.







DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, 2011, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Fuad Zaki. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel





[1] Badri Yatim.  Sejarah Peradaban Islam. (PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2011) , Hlm. 145
[2] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009.) Hlm. 138
[3] Ibid., Hlm.144
[4] Op.Cit., Hlm.145-147
[5] Zaki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2015), Hlm.192
[6] Ibid.,Hlm.204-207

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Naskah Pembawa Acara Bahasa Sunda

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI PADA LINGKUNGAN KELUARGA, LINGKUNGAN SEKOLAH DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT (TRI PUSAT PENDIDIKAN)

Biografi dan Pemikiran Howard Gardner