TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM (TURKI USMANI, DINASTI SAFAWI DAN KERAJAAN MUGHAL)
TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM (TURKI USMANI, DINASTI SAFAWI DAN
KERAJAAN MUGHAL)
MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti UAS (Ujian Akhir
Semester) pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Drs. Raito, M.Ag
Oleh :
Siti Napisah
NIM : 17210030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER III
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL-MUSADDADIYAH GARUT
TAHUN AKADEMIK 2018-2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan segala puja dan puji syukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan taufiq-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Tiga Kerajaan Besar Islam
(Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi dan Kerajaan Mughal“. Berbagai hambatan yang penulis
hadapi selama ini dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, dengan sepenuh
hati penulis menyadari semua ini adalah berkat pertolongan-Nya.
Penulis juga menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan karya tulis
ilmiah ini dapat berjalan baik berkat dukungan, dorongan, motivasi, serta kerja
sama dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1.
Drs.
Raito, M.Ag selaku Dosen Mata kuliah Sejarah Peradaban Islam Sekolah Tinggi
Agama Islam Al-Musaddadiyah (STAIM) Garut.
2.
Semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya bagi Mahasiswa/i Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAIM) Garut. Penulis menyadari betul bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah
penulis meminta masukan demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Garut,
November 2018
Penyusun
Siti
Nafisah
NIM: 17210030
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah...................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................ 2
C.
Tujuan
Penulisan.................................................................................. 2
D.
Manfaat
Penulisan............................................................................... 3
E.
Sistematika
Penulisan.......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kerajaan
Turki Usmani
1.
Sejarah
Berdirinya Turki Usmani ................................................. 4
2.
Kemajuan
Kerajaan Turki Usmani................................................. 5
3.
Kemunduran
Kerajaan Turki Usmani .......................................... 10
B.
Kerajaan
Sawafi di Persia
1.
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Safawi............................................. 11
2.
Kemajuan
Kerajaan Sawafi.......................................................... 12
3.
Kemunduran
Kerajaan Safawi..................................................... 14
C.
Kerajaan
Mughal di India
1.
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Mughal............................................ 15
2.
Kemajuan
Kerajaan Mughal......................................................... 16
3.
Kemunduran
Kerajaan Mughal.................................................... 18
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan................................................................................. 23
2.
Saran
.......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada abad pertengahan, Islam mengalami kemunduran. Hal ini ditandai dengan
tidak adanya lagi kekuasaan Islam yang utuh yang meliputi seluruh wilayah
Islam, dan terpecahnya Islam menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah.
Kerajaan-kerajaan itu antara lain: (a). Dinasti Usmani di Turki, (b). Dinasti Safawi di Persia dan (c). Dinasti
Mughol di India.
Dinasti Usmani merupakan
dinasti yang berasal dari suku bangsa pengembara Qayigh Oghuz yang dipimpin
oleh Sulaiman Syah. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan
bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti
Khawarizmi Syah pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah
barat dan meminta perlindungan kepada Jalaludin, pemimpin terakhir Dinasti
Khawarizmi Syah di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah
barat (Asia Kecil), kemudian mereka menetap disana dan pindah ke Syam dalam
rangka menghindari serangan Mongol.
Adapun Dinasti
safawiyah merupakan sinasti yang berdiri di persia sejak tahun (1502-1722 M). Dinasti
safawiyah merupakan kerajaan islam di persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan
Safawi brasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota
di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari
nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik.
Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan
kerajaan, yakni kerajaan safawi.
Sedangkan Kerajaan
Mughol berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan safawi. Kerajaan ini
termasuk dari tiga kerajaan besar Islam dan kerajaan inilah yang termuda. Awal
kekuasaan Islam di India terjadi pada masa khalifah Al-walid dari Dinasti Bani
Umayah, di bawah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim.[1]
Kerajaan-Kerajaan
tersebut merupakan tiga kerajaan terbesar pada masa itu. Dan keadaan politik umat Islam secara
keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya
tiga kerajaan besar Islam tersebut. Puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Usmani terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M), puncak kemajuan Kerajaan
Safawi pada masa pemerintahan Abbas I (1588-1628 M), dan puncak kemajuan
Kerajaan Mughal pada masa Sultan Akbar (1542-1605 M).
Mengingat
pentingnya mengetahui pertumbuhan serta perkembangan tiga kerajaan besar dalam
Islam pada abad pertengahan, penulis tertarik untuk mengambil judul “TIGA
KERAJAAN BESAR ISLAM (KERAJAAN TURKI USMANI, KERAJAAN SAFAWI DAN KERAJAAN
MUGHAL” untuk selanjutnya dapat menjadi sumbangan wawasan pengetahuan khususnya
bagi Mahasiswa/Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Musaddadiyah (STAIM)
Garut.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka dapat dirumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Kerajaan Turki Usmani ?
2.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Kerajaan Safawi di Persia ?
3.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Kerajaan Mughal di India ?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas,
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Untuk
mengetahui Sejarah Perkembangan Kerajaan Turki Usmani ?
2.
Untuk
mengetahui Sejarah Perkembangan Kerajaan Safawi di Persia ?
3.
Untuk
mengetahui Sejarah Perkembangan Kerajaan Mughal di India ?
D.
Manfaat Penulisan
1.
Secara
Teoritis
Adapun manfaat penulisan secara teoritis adalah sebagai berikut:
a.
Penulisan ini diharapkan mampu menambah wawasan tentang Tiga kerajaan besar Islam, yakni Kerajaan
Turki usmani, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
b.
Dapat menjadi suatu bahan evaluasi serta sumbangsih pemikiran dalam
upaya meningkatkan proses pembelajaran mengenai Sejarah Peradaban Islam.
c.
Sebagai bahan masukan untuk mendukung dasar teori bagi penulisan
karya tulis ilmiah yang sejenis dan relevan.
2.
Secara Praktis
Adapun manfaat
penelitian secara praktis adalah sebagai berikut:
a.
Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai motivasi
bagi mahasiswa/i untuk mengembangkan kreatifitas belajar
b. Menumbuhkan
semangat dalam belajar dan mempelajari materi mengenai tiga kerajaan besar Islam seperti Kerajaan Turki
Usmani, Kerajaan Safawi dan Kerajaan Mughal di India dengan mudah dan bermakna.
E.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika yang menjadi isi
makalah ini adalah :
1.
BAB
I PENDAHULUAN terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Manfaat Penulisan dan Sistematika Penulisan.
2.
BAB
II PEMBAHASAN terdiri dari: (A). Kerajaan Turki Usmani; (B). Kerajaan Safawi;
dan (C). Kerajaan Mughal.
3.
BAB
IV PENUTUP terdiri dari: (A). Kesimpulan dan (B). Saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KERAJAAN
TURKI USMANI
1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Dinasti Usmani
berasal dari suku bangsa pengembara Qayigh Oghuz yang dipimpin oleh Sulaiman
Syah. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang
menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizmi Syah
pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah barat dan
meminta perlindungan kepada Jalaludin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizmi
Syah di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah barat
(Asia Kecil), kemudian mereka menetap disana dan pindah ke Syam dalam rangka
menghindari serangan Mongol.
Dalam usahanya
pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mengalami kecelakaan dan hanyut
di sungai Eufrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228.
Akhirnya mereka terbagi menjadi dua kelompok, yan pertama ingin pulang ke
negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia Kecil. Kelompok
kedua berjumlah sekitar 400 keluarga yang dipimpin oleh Ertoghol bin Sulaiman.
Mereka menghambakan dirinya pada Sultan Alauddin dari Dinasti Saljuk Rum yang
pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil. Tatkala dinasti saljuk
berperang melawan Romawi Timur (Bizantium), Ertoghol membantunya, sehingga
Dinasti Saljuk mengalami kemenangan. Sultan merasa senang dan memberinya
wilayah kekuasaan yang berbatasan dengan Bizantium, dan mereka menjadikan Sogud
sebagai pusat pemerintahannya (Ali Sodikin, dkk, 2003:152).
Ertoghol yang
meninggal pada tahun 1289 meninggalkan seorang putra bernama Usman. Dari nama
Usman inilah kemudian muncul Dinasti Usmani. Usman ini pula yang dianggap
sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, dia abanyak berjasa kepada
Sultan Alauddin dengan keberhasilannya menaklukkan benteng-benteng Bizantium.
Pada tahun 1300, bangsa Mongol menyerang Dinasti Saljuk, dan Sultan Alauddin
terbunuh. Dinasti Saljuk pun terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil. Pada
saat itu, Usman menyatakan kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah-daerah
yang didudukinya. Sejak itulah Dinasti Usmani dinyatakan berdiri dan penguasa
pertamanya adalah Usman bin Ertoghol atau yang dikenal dengan sebutan Usman I
(Ali Sodikin, dkk, 2003:151).
2. Kemajuan Kerajaan Turki Usmani
a.
Bidang
Pemerintahan dan Militer
Kerajaan Turki
Usmani memerintah sekitar tujuh abad lamanya yakni mulai dari tahun 1299 M
sampai dengan tahun 1924 M dengan jumlah 38 sultan. Mereka antara lain :
1)
Utsman
I (1299-1326 M)
2)
Orkhan
(Putra Utsman I) (1326-1359 M)
3)
Murad
(Putra Orkhan) (1359-1389 M)
4)
Bayazid
I (Putra Murad I) (1389-1402 M)
5)
Muhammad
I (Putra Bayazid I) (1403-1421 M)
6)
Murad
II (Putra Muhammad I) (1421-1451 M)
7)
Muhammad
II al Fatih (Putra Murad II) (1451-1481 M)
8)
Bayazid
II (Putra Muhammad II) (1481-1512 M)
9)
Salim
I (Putra Bayazid II) (1512-1520 M)
10)
Sulaiman
I al Qanuni (Putra Salim I) (1520-1566 M)
11)
Salim
II (Putra Sulaiman I) (1566-1573 M)
12)
Murad
II (Putra Salim II) (1573-1596 M)
13)
Muhammad
II (Putra Murad III) (1596-1603 M)
14)
Ahmad
I (Putra Muhammad III) (1603-1617 M)
15)
Mustafa
I (Putra Muhammad III) (1617-1618 M)
16)
Suman
I (Putra Ahmad III) (1618-1622 M)
17)
Murad
I (Yang kedua kalinya) (1622-1623 M)
18)
Murad
IV (Putra Ahmad I) (1623-1640 M)
19)
Ibrahim
I (Putra Ahmad I) (1640-1648 M)
20)
Muhammad
II (Putra Ibrahim I) (1648-1687 M)
21)
Sulaiman
I (Putra Ibrahim I) (1687-1691 M)
22)
Ahmad
II (Putra Ibrahim I) (1691-1695 M)
23)
Mustafa
II (Putra Muhammad IV) (1695-1703 M)
24)
Ahmad
II (Putra Muhammad IV) (1703-1730 M)
25)
Mahmud
I (Putra Mustafa II) (1730-1754 M)
26)
Utsman
III (Putra Mustafa II) (1754-1757 M)
27)
Mustafa
III (Putra Ahmad III) (1757-1774 M)
28)
Abdul
Hamid I (Putra Ahmad III) (1774-1788 M)
29)
Salim
III (Putra Mustafa III) (1789-1807 M)
30)
Mustafa
IV (Putra Abdul Hamid I) (1807-1808 M)
31)
Mahmud
II (Putra Abdul Hamid I) (1808-1839 M )
32)
Abdul
Majid (Putra Mahmud II)
33)
Abdul
Aziz (Putra Mahmud II)
34)
Murad
V (Putra Abdul Majid I) (1861-1876 M)
35)
Abdul
Hamid II (Putra Abdul Majid I) (1876-1909 M)
36)
Muhammad
VI (Putra Abdul Majid I) (1909-1918 M)
37)
Muhammad
VI (Putra Abdul Majid I) (1918-1922 M)
38)
Abdul
Majid II (1922-1924 M).
Bentuk kerajaan
Turki Usmani didasrkan kepada sistem feodal yang ditiru langsung dari kerajaan
Bizantium. Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi dalam
bidang agama, politik, pemerintahan, bahkan masalah-masalah perekonomian.
Raja-raja Dinasti Usmani bergelar Sultan sekaligus Khalifah. Sultan menguasai
kekuasaan duniawi, sedangkan Khalifah menguasai bidang agama/spiritual/ukhrawi.
Mereka mendapatkan kekuasan secara turun-temurun, akan tetapi tidak harus putra
pertamanya yang berhak menjadi penggantinya. Ada kalanya putra kedua atau putra
ketiga yang menjadi pengganti. Bahkan pada perkembangan selanjutnya, pergantian
kekuasaan diserahkan pada saudara sultan, bukan anaknya (Ali Sodikin, dkk,
2003:157).
Dalam
menjalankan pemerintahannya, sultan/khalifah dibantu oleh seorang mufti atau
yang lebih dikenal Syaikhul Islam dan Shadrul Alam. Syaikhul Islam mewakili
sultan/khalifah dalam melaksanakan wewenang agamanya, sedangkan Shadrul Alam
(perdana menteri) mewakili kepala negara dalam menjalankan wewenang dunianya.
Kemudian
kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur pada
masa pemerintahan Sultan Orkhan (1336-1359 M) mengadakan perombakan dalam tubuh
organisasi militer dalam bentuk mutasi personel pimpinan dan perombakan dalam
keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan
anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana
Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau
Inkisyariyah.
Keberhasilan
ekspansi wilayah oleh militer kerajaan Turki Utsmani tersebut dibarengi pula
dengan terciptanya susunan pemerintahan yang teratur. Sultan sebagai penguasa
tertinggi, dibantu oleh Shadr al-A’zham
(perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah
tingkat I. Dibantu oleh beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).
Dan pengadilan tertinggi dipegang oleh seorang Mufti.
b.
Bidang
Ilmu Pengetahuan
Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan
mereka dalam bidang militer, sementara dalam ilmu pengetahuan mereka tidak
begitu kelihatan menonjol. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam
pembangunan yang indah seperti Masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih.[2]
Ada juga Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari. Dan Aya Sophia
merupakan masjid yang terkenal karena keindahan kaligrafinya yang asalnya
adalah gereja kristen Pada masa Sulaiman di kota-kota lainnya juga banyak
dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, makam jembatan, saluran air, vila dan
pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah bangunan itu dibangun dibawah
coordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
c.
Bidang
Kebudayaan
Dalam bidang
kebudayaan, kerajaan Turki Utsmani telah melahirkan tokoh-tokoh terkenal pada
abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain penyair yang bernama Nafi’ (1528-1636 M)
dan Muhammad Esat Efendi atau Galip Dede (1757-1799 M), penulis yang membawa
pengaruh Persia yakni Yusuf Nabi (1642-1712 M). Kemudian dalam bidang sastra Turki
Utsmani memunculkan dua tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi.
Adapun dalam
bidang arsitektur bangunan. Turki Utsmani begitu berpengaruh di Turki seperti
arsitek dalam bangunan-bangunan masjid yang indah Masjid Sultan Muhammad
al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan Masjid Aya Sophia.
Kejayaan Usmani
di atas, paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesannya dalam
perluasan wilayah Islam. Antara lain sebagai berikut:
1)
Kemampuan
orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita
memperoleh ghanimah (harta perampasan perang).
2)
Sifat
dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta
gaya hidupnya yang sederhana, sehingga mudah digerakkan untuk tujuan
penyerangan.
3)
Semangat
jihad dan ingin mengembangkan Islam.
4)
Letak
Istanbul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan, juga sangat menunjang
kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istanbul terletak di antara dua
benua dan dua laut, serta pernah menjadi pusat kebudayaan dunia, baik
kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi Timur.
5)
Kondisi
kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau balau memudahkan Usmani
mengalahkannya.
Secara politis, Kerajaan Usmani telah berjaya mencapai puncak adi
kuasa dimasanya, berhasil memperluas wilayah Islam sampai tiga benua, dan berhasil
memperluas wilayah Islam sampai tiga benua, dan berhasil mengelolah
pemerintahan terpanjang dalam sejarah Islam (kurang lebih sampai tujuh abad)
dengan 39 kepala pemerintahan (negara). Hanya saja karena pemerintahan Usmani
lebih banyak menekankan pada segi kekuatan militer, bila militernya lemah, maka
lemah pula posisi kerajaan. Sedang manakala militernya kuat, berjayalah
kerajaan. Walaupun demikian, tetap militer mempunyai andil besar dalam menopang
kejayaan Usmani.
3. Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Pada akhir
kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Utsmani berada di tengah-tengah
dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Safawiyah di Asia.
Melemahnya kerajaan Turki Utsmani setelah wafatnya Sultan Sulaiman I dan
digantikan oleh Sultan Salim II membuat kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-19
mengalami kemunduran yang sangat tajam.
Munculnya
berbagai macam pemberontakan, banyaknya daerah yang mulai memisahkan diri dan
mendirikan pemerintahan otonom yang merdeka, serta bangkitnya Mesir dibawah
pimpinan Ali Bey. Membuat kerajaan Turki Utsmani benar-benar mengalami masa
kemunduran.
Berikut dapat
disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran kerajaan Turki Utsmani :
a.
Faktor
Internal
1)
Luasnya
wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan, kurangnya keadilan serta
korupsi yang merajalela.
2)
Heterogenitas
penduduk dan agama, yang tidak sesuai dengan landasan kerajaan Turki Utsmani
sebagai negara militer.
3)
Kehidupan
para penguasa yang suka bermewah-mewahan.
4)
Merosotnya
perekonomian negara akibat peperangan yang berlangsung berabad-abad lamanya.
b.
Faktor
Eksternal
1)
Timbulnya
gerakan nasionalisme di kalangan bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki
Utsmani.
2)
Melemahnya
militer kerajaan Turki Utsmani dikarenakan ketidak tersediaannya persenjataan
yang lengkap.
B.
KERAJAAN SAFAWI
1.
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Safawi
Dinasti
safawiyah di persia berdiri sejak tahun (1502-1722 M). Dinasti safawiyah
merupakan kerajaan islam di persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi
brasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di
Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama
Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik.
Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan
kerajaan, yakni kerajaan safawi.
Shafi Ad-Din
merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim gurunya bernama
Syaikh Tajuddin Ibrahim zahidi (1216-1301). Shafi Ad-Din mendirikan tarekat
safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada
tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Tarekat
safawiyah diambil dari nama pendirinya, safi ad-Din dan nama syafawi terus di
pertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Nama itu terus di
lestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Di persia
muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia
islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi syekh ishak safiuddin dari ardabil
di azerbaijan yang beraliran syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah
persia.
Keadaan politik
dinasti syafawi mulai bangkit kembali setelah Abbas 1 naik tahta dari tahun
1587-1629 yang menata administasi negara dengan cara yang lebih baik. Masa
kekuasaan Abbas 1 merupakan puncak kejayaan kerajaan syafawi. Secara politik ia
mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang menggangu stabilitas
negara dan berhasil merebut kembali wilayah wilayah yang pernah di rebut oleh
kerajaan lain pada masa raja raja sebelumnya. Usaha usaha yang di lakukan Abbas
1 berhasil membuat kerajaan safawi menjadi kuat. Setelah itu Abbas 1 mulai
memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha merebut kembali wilayah
kekuasaannya yang hilang.
Selama periode
safawiyah di persia ini (1502-1722 M) persaingan untuk mendapatkan kekuasaan
antara turki dan persia menjadi kenyataan. Peperangan ini berasal dari
kebencian Salim 1 yang berasal dari turki dan pengejaran terhadap seluruh umat
muslim di syi’ah di daerah kekuasaanya. Fanatisme sultan salim memaksanya untuk
membunuh 40.000 orang yang di dakwa telah mengingkari ajaran ajaran sunni.
2.
Kemajuan Kerajaan Safawi
Masa kekuasaan
Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi
gejolak politik yang mengganggu stabilitas negara, dan sekaligus ia berhasil
merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang sebelumnya lepas tersebut oleh
kerajaan Utsmani. Berikut kemajuan-kemajuan yang ditorehkan selama Abbas I
memegang kekuasaan kerajaan Safawi.
a.
Bidang
Keagamaan
Pada masa
Abbas,dalam bidang keagamaan yang menanamkan sikap toleransi terhadap politik
keagamaan tau lapang dada yang amat besar. Paham syi’ah tidak lagi menjadi
paksaan bahkan orang sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya (Hamka.
1981:70).
b. Bidang arsitektur
Kerajaan safawi
telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat
indah. Di kota ini berdiri bangunan bangunan besar dengan arsitektur bernilai
tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas
zende rud, dan istana chihil sutun. Dalam kota isfahan terdapat 162 masjid, 48
akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum (Marshal G.S hodgson.1981:40).
c. Bidang ekonomi
Kerajaan
syafawi pada massa Abbas 1 ternyata telah memacu perkembangan perekonomian
syafawi, terlebih setelah kepulauan hurmuz di kuasai dan pelabuhan gumrun
diubah menjadi bandar Abbas. Yang merupakan salah satu jalur dagang laut antara
timur dan barat yang biasa di perebutkan oleh belanda, inggris, dan perancis
sepenuhnya telah menjadi milik kerajaan syafawi. Di samping sektor perdagangan,
kerajaan syafawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah
bulan sabit subur.
d. Bidang ilmu pengetahuan
Berkembangnya
ilmu pengetahuan masa kerajaan syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar
bahwa kaum syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum
syi’ah tidak seperti kaum sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti
dan orang mesti taqlid saja. Kaum syi’ah tetap berpendirian bahwasannya mujtahid
tidak terputus selamanya.
Beberapa ilmuan
yang selalu hadir di majelis istana, yaitu: Baha Al-Din Al-Syaerazi seorang
filosof dan Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, seorang filosof ahli sejarah,
teolog seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah.[3]
e. Bidang kesenian
Kemajuan tampak
begitu jelas dengan gaya arsitektur bangunannya, seperti terlihat pada masjid
syah yang di bangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk
kerajinan tangan, kerajinan karpet, permadani, pakaian. Seni lukis mulai di
rintis sejak zaman Tamasp 1, raja ismail pada tahun 1522 M. Membawa seorang
pelukis Timur ke Tabriz, pelukis itu bernama Bizhard. Pada zaman Abbas 1
berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis,
pahat, syair
3.
Kemunduran Kerajaan Safawi
Setelah Abbas
1, dinasti safawi mengalami kemunduran. Sulaiman, pengganti Abbas 1, melakukan
penindasan dan pemerasan terhadap ulama sunni dan memaksakan ajaran syi’ah
kepada mereka. Penindasan semakin parah terjadi pada zaman sultan husein,
pengganti sulaiman. Penduduk afgan (saat itu bagian dari Iran) di paksa untuk
memeuk syi’ah dan di tindas. Penindasan ini melahirkan pemberontakan yang di
pimpin oleh Mahmud Khan (Amir Kandahar) sehingga berhasil menguasai Herat,
Masyhad, dan kemudian merebut isfahan (1772 M). setelah itu, safawi diserang
oleh Turki Usmani dan Rusia. Wilayah Armenia dan beberapa wilayah azerbaijan
direbut oleh Turki Usmani , sedangkan beberapa wilayah propinsi laut kaspia di
Jilan, Mazandaran Dan Asteraban direbut oleh Rusia.
Setelah
sebagian besar wilayah dikuasai oleh Afghan, Turki Usmani dan Rusia, Nadir Syah
(dinasti Asfhariah) karena mendapat dukungan dari suku Zand di Iran Barat
menundukan dinasti safawiyah. Nadir Syah (bergelar Syah Iran) memadukan
Sunni-Syi’ah untuk mendapat dukungan dari Afgan dan Turki Usmani; dan ia
mengusulkan agar madzhab fiqih ja’fari (Syi’ah) dijadikan madzhab hukum yang
kelima oleh ulama Sunni. Dinasti safawi pimpinan Nadir Syah kemudian di taklukan
oleh dinasti Qajar.
C.
KERAJAAN MUGHAL
1.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughol
berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan safawi. Kerajaan ini
termasuk dari tiga kerajaan besar Islam dan kerajaan inilah yang termuda. Awal
kekuasaan Islam di India terjadi pada masa khalifah Al-walid dari Dinasti Bani
Umayah, di bawah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim.
Kerajaan Mughol
di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya, di dirikan oleh Zahirrudin Babur (
1482-1530 M ) salah satu dari cucu Timur lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza,
penguasa Ferghana. Babaur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya pada Usia
11 tahun. Karena dari kecil di didik sebagai seorang panglima, ia bertekad dan
berambisi akan menaklukan kota terpenting di Asia Tengah yaitu Samarkand.
Pada mulanya
Babur mengalami kekalahan, tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi kala
itu yaitu Ismail I, akhirnya berhasil menaklukan Samarkand (1494 M). Pada tahun
1504 M, ia menduduki Kabul (Afganistan). Babur juga mampu menguasai Punjab
(1525 M), kemudian menguasai Delhi setelah bertempur di Panipat sebagai
pemenang. Dengan demikian, Babur dapat menegakkan pemerintahannya di sana, maka
berdirilah kerajaan Mughol di India (1525M). [4]
2.
Kemajuan Kerajaan Mughal
Kemajuan yang dicapai pada masa dinasti Mughal merupakan
sumbangan yang berarti dalam mensyiarkan dan membangun peradaban Islam di
India. Kemajuan-kemajuan tersebut antara lain:
a.
Bidang Politik dan
Militer
Sistem yang menonjol adalah politik sulh e-kul atau toleransi universal, yaitu pandangan yang
menyatakan bahwa derajat semua penduduk adalah sama. Sistem ini sangat tepat
karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal adalah Islam (Ali Sodikin, dkk, 2003:220). Dalam urusan pemerintahan, pada masa Akbar menyusun pentadbiran
secara teratur yang jarang taranya, sehingga Inggris satu setengah abad
kemudian setelah menaklukan India, tidak dapat memilih jalan lain, hanya
meneruskan administrasi Sultan Akbar (Dedi Supriyadi, 2008: 262).
Di bidang
militer, pasukan Mughal dikenal sebagai pasukan yang kuat. Akbar Khan
menjalankan pemerintahan bersifat militeristik, pemerintahan pusat dipimpin
oleh raja; pemerintahan daerah dipimpin oleh kepala komandan (Sipah salat); dan pemerintahan
sub-daerah dipimpin oleh komandan (Faudjat).
Di samping itu, Akbar pun membentuk Din Ilahi dan juga mendirikan Mansabdhari (lembaga pelayanan umum yang
berkewajiban sejumlah pasukan).
b.
Bidang Ekonomi
Kontribusi Mughal di bidang
ekonomi adalah memajukan pertanian terutama untuk tanaman padi, kacang, tebu,
rempah-rempah, tembakau dan kapas. Di samping pertanian, pemerintahan juga
memajukan industri tenun, pertambangan dan perdagangan. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil industri ini banyak diekspor ke luar
negeri seperti Eropa, Arabia, dan Asia Tenggara bersaman dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahn
gordyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan
produksi,Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan
pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat (Ali
Sodikin, dkk, 2003:220).
c.
Bidang
Seni dan Arsitektur
Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah
pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan
sejarah yang ditinggalkan periode ini adalah Tajmahal di Aqra, Benteng Merah,
Jama Masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Sementara dalam bidang sastra yang paling menonjol adalah
karya gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India.
Pada masa Akbar berkembang bahasa urdu,
yang merupakan perpaduan dari berbagai bahasa yang ada di India. Penyair India
yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang
menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang
mengandung pesan kebajikan jiwa manusia.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni
terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah
dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, villa
dan mesjid-mesjid yang indah. Pada masa Syah Jehan dibangun mesjid berlapiskan
mutiara dan Taj Mahal di Agra, Mesjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore (Dedi
Supriyadi, 2008: 263).
d.
Bidang Ilmu
Pengetahuan
Di
bidang pengetahuan kebahasaan Akbar telah menjadikan tiga bahasa nasional, yaitu
bahasa arab sebagai bahasa agama, bahasa Turki sebagai bangsawan dan bahasa
Persia sebagai bahasa istana kesusastraan (Dedi Supriyadi, 2008:221). Di bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum
Islam yang dikenal dengan sebuan Fatwa-Alamgri.
3.
Kemunduran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di
puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan
kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M
kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot,
suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan sparatis
Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin
lama semakin mengancam.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan
pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari
tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapka pemikiran puritanisme. Setelah iya wafat,
penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang
ditinggalkan.[5]
Sementara itu, para pedagang inggris (EIC) untuk pertama
kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India yang didukung oleh
kekuatan bersenjata menjadi semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Faktor-faktor
penyebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Mughal dapat dipaparkan sebagai
berikut:
a.
Perebutan
Kekuasaan antara Putera Mahkota
Perebutan tahta kerajaan di antara putera mahkota sebenarnya telah
terjadi ketika Aurangzeb belum menjadi raja. Ketika Syah Jehan meninggal dunia
tahun 1657 M, ia meninggalkan empat orang putera yang semuanya sudah dewasa,
yaitu Darah Shikoh berusia sekitar 43 tahun. Shujah 41, Aurangzeb 39, dan Murad
berusia 33 tahun. Mereka saling berperang dan kesemuanya mati di tangan saudaranya
sendiri kecuali Aurangzeb yang keluar sebagai pemenangnya.
Peristiwa serupa juga dialami oleh anak-anak Aurangzeb. Ketika
Muazzam yang kemudian bergelar Bahadur Syah diangkat menjadi raja menggantikan
ayahnya, saudara-saudaranya yang lain yaitu Azim (Prince Sultan), Akbar, dan
Kam Bakhs berselisih satu sama lain. Dalam perang saudara ini yang keluar
sebagai pemenangnya adalah Muazzam sehingga daerah-daerah yang semesetinya
dikuasai oleh saudara-saudaranya dikuasai oleh dirinya sendiri.
Demikian pula pada masa Azimus Syah, anak dan pengganti Bahadur
Syah, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Perebutan
kekuasaan di kalangan keluarga istana tersebut lambat laun membawa kerajaan
Mughal pada kondisi yang semakin melemah. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau
“kasar”dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya.
b.
Terjadi
Stagnasi dalam Pembinaan Kekuatan Militer
Kalau jaman
kemajuannya, bangsa Mughal unggul di bidang militer, di samping politik dan
kesenian, maka pada masa-masa akhir kerajaan ini mengalami stagnasi kekuatan
militer. Hal ini antara lain disebabkan oleh terpecah belahnya kekuatan yang
disebabkan perang saudara dan banyaknya prajurit yang terbunuh dalam peperangan
itu, kondisi politik negara yang tidak menentu, dan lemahnya para Sultan dalam
mengendalikan roda pemerintahan.
Kemerosotan
kekuatan militer ini menyebabkan operasi militer Inggris baik yang melalui laut
maupun darat tidak dapat segera dipantau, sehingga mereka dapat menanamkan kekuasaannya
di pantai-pantai India dan kemudian meluas ke daerah-daerah yang lain.
Di samping itu,
dengan kekuatan militer yang lemah itu, pemerintah pusat tidak mampu
mengendalikan daerah-daerah yang melepaskan diri dari kekuasaannya. Kondisi
demikian menyebabkan kerajaan Mughal semakin lama semakin lemah.
c.
Daerah
Kekuasaan yang Luas
Faktor luasnya
daerah kekuasaan juga merupakan salah satu penyebab sulitnya emperium ini dipertahankan.
Apalagi pemerintahan mereka menganut sistem sentralisasi. Dan tidak ditunjang
oleh alat komunikasi yang memadai. Kedudukan raja di delhi yang terletak di pusat
secara geografis jauh sekali dari daerah-daerah utara dan selatan. Hal ini,
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ditunjang oleh tiadanya angkatan laut yang
memadai sehingga membawa kerajaan yang besar ini ke jurang kemunduran dan
kehancuran pada akhirnya.
d.
Kemerosotan
Moral dan Hidup Mewah di Kalangan Elit Politik
Setelah Bahadur
Syah, pengganti-penggantinya hidup berfoya-foya dan senang kemewah-mewahan.
Kondisi demikian membawa pada kehidupan Sultan kurang memperhatikan
masalah-masalah kenegaraan, bahkan demi kesenangan dan kehidupan mewah, seperti
yang dilakukan oleh Akbat II, pihak asing diizinkan mengembangkan kekuasaannya
di India. Hal ini membuat orang-orang Inggris di India semakin kuat dan sebaliknya
Sultan India semakin lemah. Sebab walaupun secara de jure ia diakui memerintah
tapi secara de facto, pemerintahan berada di tangan Inggris.
Di samping itu,
kehidupan mewah dan kemerosotan moral tersebut mengakibatkan pemborosan dalam
penggunaan uang negara, sehingga hal-hal yang seharusnya ditangani dengan
budget negara jadi terabaikan, termasuk biaya untuk peralatan perang dan
pertahanan.
e.
Lemahnya
para Pemegang Tahta Kerajaan
Para Sultan
setelah Aurangzeb tidak mampu mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh
Sultan-Sultan sebelumnya. Kapasitas mereka untuk memimpin suatu negara kecil
sekali, sehingga jangankan mengembangkan, mempertahankan kemajuan yang tekah
dicapai oleh pendahulu mereka, mereka tidak mampu. Hal ini antara lain karena:
1)
Tidak
adanya kaderisasi yang memadai
2)
Kehidupan
mereka yang cenderung pada kemewahan melalaikan diri untuk mengasah kemampuan
dan ketrampilan untuk menjalankan roda pemerintahan
3)
Terjadinya
pertikaian antara anggota keluarga.
f.
Faktor
utama yang menyebabkan gulung tikarnya kerajaan Mughal di India adalah
disingkirkannya Bahadur Syah II, raja Mughal terakhir, dari singgasananya di
Delhi yang kemudian pemerintahan dipegang oleh Inggris pada tahun 1858 M. Sejak
itu, tidak ada lagi dinasti Mughal di India dan pada masa-masa berikutnya,
Inggris melakukan kolonialisasi di daerah tersebut.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kerajaan Utsmani berasal dari suku bangsa pengembara Qoyigh Oghuz,
beribukota di Syukud. Kerajaan Utsmani dinyatakan berdiri (1300 - 1924 M).
Penguasa pertamanya adalah Utsman yang sering disebut Utsman I. Dinasti Utsmani
berkuasa kurang lebih selama tujuh abad, dengan sekitar 36 sultan selama
kekuasaannya. Pasukan Janissary bentukan Orkhan yang terkenal tangguh merupakan
pasukan pertama yang berhasil menaklukkan beberapa wilayah sehingga daerah
kekuasaan Utsmani semakin luas.
2.
Kerajaan
Syafawi berdiri sejak 1501-1722 M. Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan
tarekat Syafawiyah, yang didirikan di Ardabil. Nama Syafawiyah diambil dari
nama pendirinya, Syafi al-Din. Nama Syafawi itu terus dipertahankan sampai
tarekat ini menjadi gerakan politik, bahkan hingga gerakan ini berhasil
mendirikan kerajaan. Hasil peradaban kerajaan Syafawi meliputi bidang ekonomi,
ilmu pengetahuan, bagunan fisik dan seni.
3.
Kerajaan
Mughal berdiri sejak (1526-1858 M) didirikan oleh Zahirudin Babur (1526-1530
M). Dan Peradaban yang diukir oleh kerajaan Mughal yakni pada bidang ekonomi,
seni, dan ilmu pengetahuan.
B. Saran
Makalah ini
tidak luput dari berbagai kekurangan bahkan masih jauh dari kata sempurna,
namun penulis mencoba untuk memberikan suatu
kontribusi dalam khazanah keilmuan khususnya tentang tiga kerajaan besar
Islam dalam sejarah peradaban Islam yakni Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan
Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India. Oleh karena
itu, diharapkan akan lebih banyak lagi muncul karya tulis ilmiah lain yang
membahas tentang Sejarah Peradaban Islam, khususnya tiga kerajaan besar Islam
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Badri Yatim, 2011, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Fuad Zaki. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UIN
Sunan Ampel
Komentar
Posting Komentar